Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan setidaknya ada empat kelompok kepentingan di balik aksi demo menentang pernyataan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Jumat, 4 Nopember lalu.

"Aksi demo pada Jumat kemarin, merupakan massa demo yang terbesar di Indonesia sampai saat ini. Meskipun aksi demo dilakukan umat Islam, tapi kepentingannya belum tentu sama," kata Muhammad Qodari dalam diskusi "Dialektika: Siapa Aktor Demo 411" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, di Jakarta, Selasa.

Menurut Qodari, keempat kelompok itu masing-masing memiliki kepentingan berbeda dalam momentum yang sama.

Pertama, kelompok yang tersinggung pada pernyataan Ahok terkait dengan surat Al Maidah. Kelompok pertama ini terdiri dari organisasi umat Islam, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan organisasi lainnya yang memiliki banyak jamaah.

"Kelompok ini berpandangan, pernyataan Ahok adalah melecehkan Al Quran, yang merupakan kitab suci umat Islam," katanya.

Kelompok pertama ini menuntut agar Pemerintah dan Polri segera memproses Ahok melalui proses hukum karena dinilai menista agama.

Kedua, kelompok miskin kota, yang tergusur oleh kebijakan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Mereka adalah masyararakat miskin di DKI Jakarta yang tempat tinggalnya digusur oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk pembangunan kawasan kelas atas.

Ketiga, kelompok yang menginginkan turunnya elektabilitas Ahok sebagai calon gubernur DKI Jakarta pada pilkada serentak tahun 2017.

Menurut dia, kelompok ketiga ini berasal dari partai politik maupun ormas pendukung partai politik yang juga menjagokan pasangan calon gubernur-wakil gubernur lainnya.

Keempat, kelompok lawan politik pasangan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang sasarannya untuk menurunkan legitimasi pemerintah.

Qodari menjelaskan, meskipun di balik aksi demo tersebut ada empat kelompok kepentingan, namun isu utama dalam aksi demo tersebut adalah menuntut Ahok diproses hukum.

"Namun, tidak tertutup kemungkinan ada isu-isunya yang tersembunyi," katanya.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016