... seharusnya menaikkan kualitas lingkungan bukan degradasi...
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Abetnego Tarigan, menilai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung hanya akan menambah potensi penurunan kualitas lingkungan di sepanjang lintasan kereta.

"Perpres soal kereta cepat juga berpotensi pidana karena melanggar tata ruang. Proyek kereta seharusnya menaikkan kualitas lingkungan bukan degradasi," kata Tarigan, dalam diskusi bertema "Menyorot Kebijakan KA Cepat Jakarta-Bandung", di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat.

Salah satu tolak ukur degradasi lingkungan itu adalah besarnya ancaman pengurangan ketersediaan air di beberapa lokasi, menilik daerah serapan air semakin sempit seiring pembangunan instalasi kereta cepat dan permukiman dekat stasiun pemberhentian kereta cepat.

Rute kereta api cepat berteknologi China itu akan melewati perkebunan teh di kawasan Walini. Tanaman teh memerlukan suplai air yang banyak agar dia bisa bertumbuh baik dan bisa menjadi indikator ketersediaan air tanah yang prima. 

Selain degradasi lingkungan, dia menilai kereta api cepat itu akan membuat alih fungsi lahan di sejumlah titik dari pertanian menjadi nonpertanian. Contoh yang baik soal ini adalah alih fungsi persawahan di jalur Pantura Jawa. 

"Terdapat beberapa kabupaten dan kota yang semula memiliki lahan pertanian dan akan berubah menjadi jalur lintasan kereta dan bangunan lain, di antaranya di Kabupaten Karawang dan Bandung Barat," ucapnya.

Selain itu, masih kata dia, penerima manfaat kereta cepat itu sejatinya bukan kalangan masyarakat bawah, tetapi golongan ekonomi menengah ke atas.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, mengatakan, proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung itu program yang tergesa-gesa dilakukan. 

Terlebih pembangunan instalasi kereta itu tidak menggandeng Kementerian Perhubungan ataupun lembaga yang mengurusi perkeretaapian, di antaranya PT KAI dan PT INKA.

"Harusnya dikerjakan perkeretaapian tapi kenapa oleh BUMN lain yang tidak relevan?," ujarnya.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016