Jakarta (ANTARA News) - Baba Yong murka pada centeng Duloh karena rumahnya kebobolan maling saat ia dan keluarganya sedang bepergian.

Gara-gara dituduh merampok rumah Baba Yong, Asni harus meninggalkan ibunya di Kemayoran untuk mencari dua orang yang menggondol harta pengusaha batik itu.

"Cari sampai ketemu atau kau..." kata Meneer Ruys sambil memberi isyarat hukuman pada Asni.

Asni pergi ke pesisir pantai Marunda berbekal petunjuk gelang akar bahar berkepala dua yang dikenakan salah satu rampok, tanda bahwa ia seorang jago silat.

Tak sengaja Asni bertemu Mirah, anak perempuan Bang Bodong yang cantik dan jago silat namun belum menikah.

"Biasa maen pukulan (silat) di mane, Bang?" tanya Mirah sinis saat pertama kali bertemu Asni.

Asni pun tak sengaja ikut main Ujungan, yang diadakan Bang Bodong untuk menjodohkan Mirah, dan bertemu Tirta si rampok.

Lakon "Jawara! Langgam Hati Dari Marunda" ini disutradarai Adjie N.A diadaptasi dari cerita rakyat Betawi "Mirah dari Marunda".

Betawi dihadirkan dalam pementasan ini tidak hanya dari gaya berbicara berakhiran "e", Adjie memasukkan tradisi rakyat yang mungkin jarang ditemui sekarang ini, permainan Ujungan.

Ujungan, seperti yang dikutip dari laman resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, adalah permainan memukul lawan dengan ujung tongkat rotan sebatas lutut ke bawah.

Melalui tokoh Bang Bodong (Andri Senaputra), bebato (wasit) Ujungan, diketahui bahwa permainan tersebut diadakan saat syukuran hasil panen sekaligus melindungi daerah mereka dari serangan luar kampung.

Mengangkat cerita silat, Adjie menggembleng pemain Teater Abang None Jakarta selama delapan bulan untuk belajar silat dengan mendatangkan guru dari perguruan silat Sabeni Tenabang, Harimau Belut Putih dan Pusaka Jakarta.

Pemain yang terlibat dalam pementasan produksi ke-sembilan Teater Abnon Jakarta ini kebanyakan tidak memiliki dasar bela diri dan belajar selama delapan bulan untuk menyiapkan pementasan tersebut.

Atien Kisam, koreografer dalam pementasan ini, memilih ketiga aliran silat Betawi tersebut untuk keperluan artistik sekaligus menunjukan kekuatan dalam silat, yang dulu wajib dipelajari pemuda dan pemudi Betawi.

Gerakan silat Harimau Belut Putih, yang identik dengan pedang panjang, misalnya digunakan Baba Yong saat melawan Tirta.

"Pas adegan berantem, saya campur gerakan Harimau Belut Putih dengan Pusaka Jakarta," kata Atien usai pementasan di Gedung Kesenian Jakarta.

Khusus untuk pemain perempuan, Atien menggunakan jurus-jurus dari Sabeni Tenabang seperti Kelabang Nyebrang dan Merak Ngigel, karena karakter gemulai dari aliran tersebut.

"Biar orang kenal itu betulan gerakan Sabeni," kata  Atien.

Untuk menunjukkan meski gemulai namun jago silat, rambut Mirah yang berbaju merah pun sengaja dibiarkan tergerai.

Tidak lengkap rasanya sandiwara Betawi tanpa sisipan humor di tengah percakapan.

Sejak pembukaan dengan lakon Jantuk, sutradara memang mendesain celetukan-celetukan lucu maupun kepolosan para tokoh.

Bang Bodong yang tuli, digambarkan seperti pelawak Bolot yang kerap menjawab dengan omongan yang "nggak nyambung" dengan topik pembicaraan, terkadang ngotot.

"Ini perawan kenapa ngomongnya pada bisik-bisik, dah!" kata dia saat teman-teman Mirah berteriak padanya menanyakan di mana anaknya itu.

Teater Abang None Jakarta, yang berisi pemenang, finalis maupun alumni ajang Abang None, menggelar sandiwara "Jawara! Langgam Hati Dari Marunda" di Gedung Kesenian Jakarta pada 24 dan 25 Oktober.

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015