Bandar Lampung, (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Lampung mengingatkan, pengembangan potensi ekowisata ("eco-tourism") di Lampung hendaknya memenuhi prinsip tidak menimbulkan perubahan pada kondisi alami hutan dan merusak ekosistem di dalamnya. "Biarkan saja apa adanya, itulah ekowisata yang sebenarnya karena harus ramah lingkungan dan tidak mengusik hutan yang ada," kata Direktur Eksekutif WALHI Lampung, Mukri Friatna di Bandar Lampung, Selasa (20/6). Menurut Mukri, kawasan hutan dan areal lindung yang akan dikembangkan sebagai objek ekowisata mestilah memenuhi syarat dengan pengaturan secara ketat, mulai dari pengelolaannya sampai pengunjung yang datang harus mengikuti prosedur dan peraturan di dalamnya. "Perlu pula pembatasan jumlah pengunjung yang datang agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan sekitar objek ekowisata tersebut," kata Mukri pula. Dia mengingatkan, pengembangan ekowisata di kawasan hutan taman nasional di Lampung, seperti TN Way Kambas hendaknya tidak perlu menambah berbagai fasilitas baru yang secara fisik dapat mengubah bentang alam dan berpengaruh buruk terhadap ekosistem di dalamnya. "Apa adanya saja, bukankah kondisi yang alamiah seperti itulah yang menjadi daya tarik wisata alam," cetus Mukri. Dicontohkan, pada areal tertentu, seharusnya pula para pengunjung tidak diperkenankan berada di sana secara fisik karena dapat mengusik keberadaan flora dan fauna di dalamnya. Karena itu, untuk area tertentu seperti itu, dapat dibuatkan tempat pengamatan satwa liar yang lokasinya tidak mengganggu satwa di sana, seperti untuk pengamatan burung liar dan satwa liar lainnya atau menggunakan peralatan seperti teropong. Menurut Mukri, bagi WALHI Lampung, pengembangan wisata alam di TNWK bukanlah masalah setuju atau tidak setuju semata, juga bukan mendukung atau menolaknya, melainkan semuanya mesti lebih dulu melalui perencanaan yang matang dan memenuhi syaratnya. Pengembangan ekowisata di TNWK yang dicanangkan sejak bertahun-tahun lalu, hingga saat ini masih menimbulkan kontroversi terutama di kalangan para aktivis LSM yang sebagian diantaranya tetap menentang rencana tersebut. Penentangan para pencinta lingkungan itu, dengan mencemaskan dampak buruk bagi lingkungan, flora dan fauna di dalamnya. Padahal kondisi TNWK dengan luas 125.621,30 ha di Lampung Timur itu, kini tingkat kerusakannya semakin luas akibat penjarahan, perambahan dan praktek penebangan maupun perburuan liar yang masih terus berlangsung di sana. Belakangan rencana pengembangan ekowisata di TNWK mencuat lagi, setelah salah satu LSM yang semula ikut menentang pengembangannya, ternyata menjadi penyelenggara seminar pengembangan potensi TNWK yang berlangsung pada akhir pekan lalu.(*)

Copyright © ANTARA 2006