London (ANTARA) - Para menteri keuangan dari negara-negara kaya Kelompok Tujuh (G7) mengatakan pada Kamis waktu setempat (9/9/2021) bahwa mereka harus membuat lebih banyak kemajuan dalam reformasi peraturan pajak perusahaan global pada waktunya untuk pertemuan puncak para pemimpin dunia pada Oktober.

Rishi Sunak dari Inggris mengatakan dia mendesak rekan-rekan G7-nya selama pertemuan virtual untuk membuat kemajuan teknis berkelanjutan pada reformasi, dan Menteri Keuangan AS Janet Yellen menggarisbawahi perlunya menerapkan aturan baru dengan cepat.

Lebih dari 130 negara sepakat musim panas ini untuk menyusun aturan baru tentang di mana perusahaan-perusahaan dikenai pajak, untuk mengadopsi tarif pajak minimal 15 persen, dan untuk menjatuhkan pajak layanan digital nasional demi hak-hak perpajakan baru.

Para diplomat sekarang mendorong kesepakatan pada KTT Kelompok 20 berikutnya pada Oktober tentang parameter teknis untuk reformasi.

"Saya mengatakan G7 harus bersatu untuk memainkan peran kepemimpinan buat mencapai kesepakatan yang efektif pada Oktober," kata Menteri Keuangan Jepang Taro Aso kepada wartawan.

Yellen mencatat perjanjian itu didukung oleh 134 negara yang mewakili lebih dari 90 persen PDB dunia, dan mengatakan sistem pajak internasional yang baru akan membantu pemerintah-pemerintah berinvestasi dalam pekerja dan ekonomi mereka sambil menyamakan kedudukan di mana perusahaan-perusahaan AS bersaing, menurut sebuah pernyataan. oleh kantornya.


Baca juga: G7 hampir capai kesepakatan perpajakan perusahaan terbesar dunia

Sunak mengatakan di Twitter bahwa ia juga meminta G7 untuk memberikan dukungan bagi negara-negara rentan melalui Hak Penarikan Khusus (SDR) Dana Moneter Internasional (IMF), atau cadangan darurat, menjelang diskusi antara menteri keuangan dan bankir bank sentral pada Oktober.

Departemen Keuangan mengatakan Yellen juga menyerukan upaya G7 berkelanjutan untuk meningkatkan dukungan bagi negara-negara berpenghasilan rendah yang terpukul keras oleh pandemi COVID-19 dan kejatuhan ekonominya.

Yellen mendesak negara-negara besar untuk meminjamkan SDR mereka guna lebih mendukung negara-negara yang rentan, kata Departemen Keuangan, tetapi tidak memberikan rincian tentang rencana Amerika Serikat sendiri.

Ketua IMF Kristalina Georgieva, menulis di Twitter, berterima kasih kepada Sunak dan Inggris atas apa yang disebutnya “kemajuan luar biasa dalam cara-cara untuk memperkuat manfaat alokasi Hak Penarikan Khusus baru untuk negara-negara yang membutuhkan” selama pertemuan G7.

Sebuah sumber yang mengetahui diskusi tersebut mengatakan anggota G7 menyuarakan dukungan untuk Dana Amanah Pengurangan Kemiskinan dan Pertumbuhan (Poverty Reduction and Growth Trust) IMF yang ada dan kendaraan baru yang diusulkan oleh Georgieva, Dana Amanah Ketahanan dan Keberlanjutan (Resilience and Sustainability Trust) IMF, untuk memungkinkan anggota IMF yang lebih kaya menyumbangkan atau meminjamkan cadangan mereka ke negara-negara yang lebih rentan.

Baca juga: Inggris: Kesepakatan pajak global harus tangani perusahaan besar

Itu merupakan kabar baik bagi IMF, mengingat beberapa negara G7 pada awalnya menyatakan keberatan tentang amanah baru itu, yang dapat memberikan bantuan kepada lebih dari sekadar negara-negara termiskin, dan akan mencakup pengeluaran yang lebih luas, termasuk upaya memerangi perubahan iklim.

Sebuah sumber G7 mengatakan pertemuan pada Kamis (9/9/2021) juga membahas bagaimana menghadapi pemerintahan baru Taliban di Afghanistan.

“Kami tidak ingin melihat bencana kemanusiaan di Afghanistan. Tidak boleh ada kelaparan di Afghanistan,” kata sumber itu, yang berbicara tanpa menyebut nama.

Inggris memegang jabatan presiden bergilir G7, yang juga terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Amerika Serikat. Jerman akan menjadi presiden G7 tahun depan.

Baca juga: G7 terpecah tentang realokasi dana IMF ke negara-negara terkena COVID

Baca juga: AS sebut G7 diperkirakan bakal dukung proposal pajak minimum global

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021