Jakarta (ANTARA) - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar menyampaikan mahasiswa dituntut mampu mengantisipasi isu radikalisme dan gerakan-gerakan intoleran yang dapat merongrong eksistensi Pancasila.

"Dalam kajian berbagai lembaga yang concern pada isu radikalisme, Indonesia masih ditempatkan sebagai negara yang rawan menjadi tempat berseminya benih-benih gerakan radikalisme," kata Mendes PDTT dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Merujuk indeks kerentanan radikalisme, ia menyambut, Indonesia masih di level 43,6 atau masih di titik rawan, yaitu pada level 33,3 dari skala 0 (anti-radikalisme sempurna) dan 100 (pro-radikalisme sempurna).

Baca juga: Mendes PDTT: Pendidikan merupakan variabel kunci daya saing bangsa

"Bahkan Indonesia bersama Filipina sudah mendapatkan sebutan sebagai the fore front of al-Qaeda in the Southeast Asia," kata Mendes PDTT dalam orasi ilmiah proses penerimaan mahasiswa baru Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo secara virtual, bertema "Mahasiswa Zaman Now: Berdaya Saing Tinggi, Aktif Membangun Desa dan Kontra Radikalisme".

Disampaikan juga, Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menyatakan ada 2,7 juta orang Indonesia terlibat dalam serangkaian serangan teror.

Jumlah tersebut setara dengan sekitar satu persen dari total penduduk Indonesia. Sedangkan orang-orang yang terindikasi berafiliasi dengan ISIS, jumlahnya mencapai 0,004 persen atau sekitar 1.000 orang.

"Data estimasi BNPT, ada sekitar 10-12 jaringan inti teroris yang saat ini berkembang di Indonesia," kata Gus Halim, demikian ia biasa disapa.

Baca juga: Mendes PDTT: Warga desa terdampak COVID-19 harus dapat BLT Dana Desa

Jaringan inti tersebut, lanjut dia, kemudian membentuk jaringan yang lebih kecil dan lebih banyak lagi, menyebar ke seluruh wilayah Indonesia.

Yang memprihatinkan, kata Gus Halim, jaringan-jaringan radikalisme atau bahkan terorisme itu diindikasikan tumbuh subur di kampus-kampus.

"Artinya, perguruan tinggi yang seharusnya menjadi tempat bersemainya rasionalitas, kewarasan nalar, tumbuhnya humanisme dan prinsip-prinsip universalitas HAM, ternyata tidak imun dari praktik-praktik kontra humanisme dan tuna moral semacam terorisme," ujarnya.

Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, ia menambahkan, jaringan radikalisme di kampus tidak hanya tumbuh subur di kalangan mahasiswa, melainkan juga di level dosen maupun karyawan (tenaga pendidik).

"Saya berharap kampus, khususnya UIN Walisongo, dapat menjadi benteng Pancasila dengan menyusun skema kebijakan yang dapat mereduksi perkembangan radikalisme di tingkatan mahasiswa atau dosen," kata Doktor Honoris Cuasa dari UNY ini.


Baca juga: Mendes: Dana desa untuk PPKM capai Rp4,01 triliun
Baca juga: Mendes: Rp28,82 triliun dana desa telah dicairkan

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021