Sleman (ANTARA News) - Sirene "Early Warning System" atau peringatan dini bahaya Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin siang sempat berbunyi diduga karena adanya kerusakan atau kesalahan teknis.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandrio, ketika dikonfirmasi membenarkan sirene EWS yang berada di lereng Gunung Merapi atau di kawasan Kaliadem, Cangkringan, sempat berbunyi.

"Namun, sirene tersebut bukan milik kami tetapi milik Pemerintah Kabupaten Sleman, dan pihaknya tidak memasang sirene di kawasan Gunung Merapi," katanya.

Ia mengatakan, hari ini tidak ada kejadian atau peningkatan aktivitas Gunung Merapi yang signifikan, dan berbunyinya sirene tersebut bukan karena peningkatan aktivitas Gunung Merapi.

"Tidak ada kejadian yang luar biasa di Gunung Merapi pagi hingga siang hari ini," ujarnya menegaskan.

Subandrio mengatakan, sampai saat ini status Gunung Merapi masih waspada dan belum ada peningkatan status.

"Meskipun ada kecenderungan peningkatan aktivitas dan kegempaan, namun sampai saat ini status Gunung Merapi masih waspada dan belum ada peningkatan status," paparnya.

Sedangkan, Kepala Seksi Operasional Penanggulangan Bencana Kabupaten Sleman Makwan, ketika dihubungi mengatakan dirinya sedang rapat, sehingga tidak dapat dikonfirmasi terkait dengan sirene EWS milik Pemerintah Kabupaten Sleman yang berbunyi tersebut.

Kepala Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman Heri Suprapto mengatakan, meskipun warga mendengar suara sirene EWS namun tidak menimbulkan kepanikan.

Menurut dia, masyarakat masih melakukan aktivitas sehari-hari, baik yang mencari rumput di kaki Gunung Merapi maupun aktivitas penambangan pasir di aliran lahar dingin.

Ia menuturkan, empat dusun di wilayahnya masuk dalam Kawasan Rawan Bencana (RKB) III, atau dusun paling atas yang dekat dengan Puncak Gunung Merapi, sehingga mereka sudah sangat hafal dengan kondisi alam pegunungan.

"Nanti kalau memang situasi sudah bahaya akan ada tanda-tanda alam seperti turunnya berbagai macam binatang dari hutan di kawasan puncak, seperti monyet," katanya.
(V001/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010