Kondisi BUMN karya saat ini cukup memprihatinkan terutama akibat kombinasi dari dua hal. Pertama, karena ada tekanan pandemi Covid-19 yang berdampak pada kontrak baru dan penjualan.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan pandemi COVID-19 dan penugasan yang berat menjadi faktor BUMN karya perlu mendapatkan penyertaan modal negara (PMN).

"Kondisi BUMN karya saat ini cukup memprihatinkan terutama akibat kombinasi dari dua hal. Pertama, karena ada tekanan pandemi Covid-19 yang berdampak pada kontrak baru dan penjualan," ujar Wamen BUMN yang akrab disapa Tiko tersebut dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Kamis.

Tiko mengatakan faktor kedua adalah penugasan yang sangat berat selama ini dan tidak didukung oleh PMN yang memadai.

"Seperti kita ketahui pada tahun 2017-2019 memang hampir tidak ada PMN yang diberikan kepada BUMN-BUMN karya yang menanggung proyek strategis nasional," katanya.

Wamen BUMN tersebut mengungkapkan kondisi sejumlah BUMN karya yang cukup memprihatinkan akibat kedua faktor tersebut, sehingga membutuhkan PMN pada tahun depan.

Baca juga: Divestasikan Tol Semarang-Batang, Waskita Toll Road raih Rp1,5 triliun

Pertama adalah Perumnas yang saat ini kondisinya mengalami penurunan pendapatan yang signifikan karena penjualan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah mengalami perlambatan, sementara inventori Perumnas besar sehingga dengan kondisi inventori yang besar itu rasio utangnya meningkat tajam dan Kementerian BUMN sedang melakukan restrukturisasi.

"Namun untuk memastikan neraca maupun kekuatan ekuitasnya memadai kita menginginkan ada tambahan PMN untuk memastikan penugasan Perumnas dalam membangun rumah bagi MBR bisa dilanjutkan secara sustainable," ujar Tiko.

BUMN Karya kedua adalah Waskita Karya di mana dulu Waskita ditugaskan untuk mengambil alih tol-tol milik swasta yang tidak berkelanjutan untuk diselesaikan.

Hal itu berjalan dari 2015 sampai dengan 2016 dan selama tiga tahun terakhir mereka menyelesaikan proyek-proyek ini mulai dari yang di Jawa seperti tol Solo-Ngawi, tol Pejagan-Malang, tol Pemalang-Batang dan sebagainya. Ini tentunya menyebabkan secara total utang Waskita meningkat tajam.

Baca juga: Anak usaha Waskita Toll Road dapat relaksasi kredit Rp3,5 triliun

Kementerian BUMN melakukan restrukturisasi menyeluruh terhadap Waskita, akan ada dua skema support dari pemerintah yakni Rp15 triliun penjaminan untuk penyelesaian proyek-proyek yang sudah ada dan juga untuk modal baru Rp7,9 triliun terutama untuk memperkuat permodalan karena banyaknya modal yang terserap terkait penugasan mengambil tol-tol di masa lalu.

Lalu untuk Hutama Karya, saat ini memang yang paling berat adalah proyek tol Trans Sumatera di mana sebelumnya telah disampaikan bahwa ada keterlambatan PMN selama dua tahun sehingga kondisi aset meningkat tajam namun ekuitasnya tidak mengejar.

Dengan demikian saat ini untuk melanjutkan penyelesaian Tol Trans Sumatera tahap 1 dibutuhkan total anggaran Rp66 triliun yang akan diberikan secara bertahap di tahun ini, tadi sudah ditambahkan menjadi Rp25 triliun dan pada tahun 2022 diharapkan akan ada Rp30 triliun lagi untuk bisa memperkuat dan menyelesaikan tol Trans Sumatera tahap 1. Kemungkinan sisanya akan diberikan pada tahun 2023.

Tiko juga mengatakan bahwa Kondisi Wijaya Karya atau WIKA juga dalam tekanan karena adanya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang membutuhkan permodalan besar sekali dan saat ini WIKA mengalami penurunan pendapatan.

Sementara itu dari sisi Adhi Karya dan PT Pembangunan Perumahan atau PP dalam kondisi relatif lebih baik.

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021