Jakarta (ANTARA) - Pakar aliansi kebangsaan Yudi Latif mengatakan pendidikan harus bisa melihat kelebihan manusia dibandingkan dengan mesin sehingga dapat bersaing pada era disrupsi.

“Peserta didik tak cukup dibekali kecakapan teknis, tetapi juga mampu menguasai cara kerja baru dengan kemampuan mendekap teknologi, bukan membuat diri mereka jadi mesin. Dengan teknologi, mereka memperoleh wahana untuk menemukan “rumah”, bukan menjerumuskannya ke “tempat pengasingan”,” ujar Yudi dalam talkshow kebangsaan yang diselenggarakan PPM Manajemen dengan tema “Pancasila sebagai Rambu Pengaman di Era Digital” yang dipantau di Jakarta, Ahad.

Dia menambahkan pada era disrupsi, maka segala sesuatu yang tak bisa didigitalisasi justru menjadi kian penting. Dengan artificial intelligence, big data dan connectivity, hal-hal yang bersifat teknis taktikal bisa dikerjakan mesin. Untuk peserta didik juga harus bisa melihat kelebihan manusia dibandingkan dengan mesin.

Yudi menambahkan pandemi COVID-19 telah memberikan pelajaran yang berharga bagi negara-negara dunia.

“Pandemi memberikan pandangan yang berbeda. Virus yang berasal dari Wuhan, menerpa negara berbeda maka reaksinya juga berbeda. Misalnya negara yang berada di dekat Wuhan, seperti Jepang dan Korea lebih memiliki ketahanan dibandingkan Amerika Serikat,” tambah dia.

Baca juga: Anggota DPR sebut Sembako dan pendidikan tak boleh kena pajak

Yudi menambahkan bahwa negara-negara yang memiliki modal sosial yang kuat lebih baik dalam mengatasi pandemi COVID-19.

Peneliti transformasi strategi dan inovasi PPM Manajemen, Wahyu Tri Setyobudi, mengatakan Pancasila harus dirawat karena ibarat pohon yang baik, bibit yang baik, maka bisa jatuh ke tanah yang keras atau bisa jatuh di tanah yang subur.

“Kalau jatuh di tanah keras, pohonnya bisa hidup atau tidak? Ya bisa, tapi harus disiangi, diberikan humus, disirami, di situ ada usaha. Pancasila itu tidak take it for granted, dia selalu menghadapi tantangan dinamis yang datangnya itu dari lingkungan luar maupun dalam. Maka dari itu Pancasila itu harus dirawat dari hati yang tidak bersifat mekanistik,” kata Wahyu.

Wahyu menambahkan dalam merawat maka ada unsur emosionalnya karena ada keterlibatan hati di dalam merawat. Pancasila tanpa dirawat bisa tergerus oleh zaman. Melalui pemahaman dan pengamalan nilai-nilai luhur Pancasila, diharapkan kemajuan teknologi tersebut membawa perubahan positif bagi bangsa Indonesia serta mendorong terciptanya masyarakat madani yang berperan penting dalam menciptakan Indonesia yang damai, aman dan tentram.***3***

Baca juga: Ketua MPR minta pemerintah batalkan rencana PPN sembako dan pendidikan

Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021