MPR perlu menegaskan bahwa tidak ada sama sekali pembahasan tentang periodesasi masa jabatan presiden.
Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan Badan Pengkajian MPR RI saat ini sedang menyelesaikan substansi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) tanpa harus dibebani perdebatan apakah akan terjadi perubahan terbatas tehadap UUD NRI Tahun 1945 atau tidak.

Menurut dia, komunikasi dan harmonisasi politik dengan seluruh pimpinan fraksi dan kelompok DPD, pimpinan partai politik, pimpinan lembaga-lembaga negara, termasuk Presiden, dan pemangku kepentingan lainnya baru bisa dilakukan apabila substansi PPHN sudah siap.

"MPR menargetkan minimal pada akhir tahun 2021, substansi PPHN sudah siap sehingga bisa segera melakukan komunikasi dan harmonisasi dengan berbagai kalangan," kata Bamsoet usai memimpin pertemuan pimpinan MPR RI dengan pimpinan Badan Pengkajian MPR RI di komplek MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Baca juga: MPR: Kesimbungan pembangunan tak melalui penambahan periode presiden

Bamsoet menjelaskan bahwa substansi PPHN yang disusun Badan Pengkajian hanya memuat hal-hal filosofis, bukan bersifat teknokratis sehingga bersifat sebagai pemberi bintang petunjuk bagi seluruh penyelenggara negara.

MPR, kata dia, perlu menegaskan bahwa tidak ada sama sekali pembahasan tentang periodesasi masa jabatan presiden karena periodesasi presiden dua kali seperti saat ini sudah ideal.

Substansi PPHN yang bersifat filosofis, kata dia, akan menjabarkan cita-cita Indonesia merdeka sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), memuat turunan pertama dari UUD NRI 1945, selain juga menyelesaikan keberadaan ketetapan MPRS dan ketetapan MPR yang masih berlaku.

"Sebagaimana terdapat dalam Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002," kata Bamsoet dalam keterangannya.

Menurut dia, keberadaan PPHN sudah direkomendasikan MPR RI periode 2009—2014 dilanjutkan rekomendasinya melalui Keputusan MPR RI Tahun 2019 tentang Rekomendasi MPR RI 2014—2019.

Baca juga: Jangan gaduh jabatan presiden tiga periode

Politikus Partai Golkar itu menjelaskan bahwa MPR RI periode 2019—2024 melalui Badan Pengkajian sedang bekerja keras agar rekomendasi tersebut bisa terwujud karena keberadaan PPHN bukan untuk pemerintahan saat ini, melainkan untuk pemerintahan yang akan datang dan selanjutnya.

"Siapa pun presiden dan wakil presiden yang maju dalam pemilihan, harus menerjemahkan PPHN dalam visi dan misinya, termasuk juga bupati/wali kota hingga gubernur. Hal itu agar arah pembangunan bangsa dari tingkat daerah hingga nasional bisa seiring sejalan," ujarnya.

Dalam hasil kajian sementara yang dilakukan Badan Pengkajian, kata Bamsoet, PPHN bisa ditempatkan dalam dua alternatif, yaitu ketetapan MPR RI atau undang-undang.

Menurut dia, pilihan mana yang dipakai, kelak akan dikomunikasikan dengan semua pihak, termasuk pimpinan partai politik dan lembaga negara.

"Untuk menyosialisasikan PPHN di berbagai kalangan, Badan Pengkajian bisa melakukan silaturahmi di internal kompleks majelis, antara lain dengan DPR RI dan DPD RI," katanya.

Untuk silaturahmi dengan berbagai kalangan eksternal, seperti organisasi kemasyarakatan, partai politik, hingga lembaga negara lainnya, kata Bamsoet, akan dilakukan pimpinan MPR RI bersama Badan Pengkajian.

Baca juga: MPR: Pembahasan PPHN tidak bahas masa jabatan Presiden

Dalam pertemuan antara pimpinan MPR RI dan pimpinan Badan Pengkajian MPR RI dihadiri Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, para wakil ketua MPR RI: Syarief Hasan dan Fadel Muhammad.

Hadir pula pimpinan Badan Pengkajian MPR RI, antara lain Djarot Saiful Hidayat, Benny Harman, Tifatul Sembiring, dan Fahira Idris.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021