"Vaksinasi secara umum dapat menimbukan reaksi hipersensitivitas atau reaksi imun yang dipicu oleh antigen/alergen. Reaksi tersebut terjadi dalam 24 jam"....
Depok (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Indonesia  Prof. Dr. apt. Retnosari Andradjati berpendapat bahwa keamanan vaksin baru seperti vaksin COVID-19 perlu dievaluasi lebih lanjut, untuk meminimalisir adanya efek samping atau reaksi dari vaksin yang dirasakan oleh pasien.

Informasi diterima ANTARA, Senin, bahwa Prof. Retno menyampaikan hal itu saat Kuliah Perdana Semester Genap Tahun Akademik (TA) 2020/2021 dengan tema keamanan vaksin COVID-19.

Kuliah dilaksanakan secara daring pada Senin (22/2) menggunakan aplikasi zoom dan dihadiri oleh lebih dari 600 peserta yang merupakan sivitas akademika hingga alumni FFUI.

Sejak 13 Januari 2021, Pemerintah mulai melaksanakan Vaksinasi COVID-19 secara bertahap untuk 34 provinsi, yang diprioritaskan bagi tenaga kesehatan (nakes) dan petugas publik. Meskipun demikian, masih ada masyarakat yang merasa cemas terhadap keamanan vaksin COVID-19 tersebut.

"Vaksinasi secara umum dapat menimbukan reaksi hipersensitivitas atau reaksi imun yang dipicu oleh antigen/alergen. Reaksi tersebut terjadi dalam 24 jam yang diperantarai oleh IgE, IgG dan IgM, yang terbagi dalam tiga tipe, yaitu: Tipe 1 Shok Anafilaktik (melibatkan IgE); Tipe 2 melibatkan IgG dan IgM; dan Tipe 3 melibatkan IgG dan IgM," ujar Prof. Retno.
Baca juga: Epidemiolog: Evaluasi vaksin tahap satu untuk keberhasilan tahap kedua
Baca juga: BPOM evaluasi Vaksin Anti-COVID-19 yang dikembangkan tim mantan Menkes


IgE pada tipe 1 berkaitan dengan sel mast dan basophil yang mengandung histamin yang dapat menimbulkan reaksi alergi dan shok anafilaksis. IgG dan IgM pada tipe 2 mengaktifkan komplemen yang dapat merusak sel dan memicu trombositopenia, anemia hemolitik otoimun, dan neutropenia otoimun.

IgM dan IgG pada tipe 3 bereaksi dengan antigen yakni sistem komplemen akan diaktifkan kemotaksis yang menarik neutrophil dan menyebabkan inflamasi dan vasculitis serta serum sickness dan arthus reaction.

Untuk mencegah reaksi-reaksi di atas, kata Prof. Retno, vaksin harus melalui Vaksin Safety agar dapat mengetahui vaccine product-related reactions (reaksi produk vaksin serupa) dan vaccine quality defect-related reactions (reaksi terkait cacat kualitas vaksin).

World Health Organization/WHO (2021) juga merekomendasikan untuk dilakukan kegiatan pemantauan pasca otorisasi yang berupa pengawasan dan pemantauan keselamatan (safety surveillance and monitoring).

Pengawasan dan pemantauan meliputi reaksi serius, anaphylaxis dan reaksi alergi serius lainnya, Bell’s palsy, kasus sindrom inflamasi multisistem setelah vaksinasi, dan kasus COVID-19 setelah vaksinasi yang mengakibatkan hospitalisasi atau kematian.

Peran vaccine safety surveillance selama pengenalan vaksin COVID-19 adalah untuk memfasilitasi deteksi dini, investigasi dan analisis kejadian merugikan pasca imunisasi atau investigation and analysis of adverse events following immunization (AEFIs) dan kejadian merugikan kepentingan khusus atau adverse events of special interest (AESIs) untuk memastikan respon yang tepat dan cepat.
Baca juga: Pemkot Jakarta Barat harapkan ada evaluasi pemberian vaksin pada nakes

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021