Sigi (ANTARA) - Kabupaten Sigi, salah satu daerah di Provinsi Sulawesi Tengah termasuk selama ini rawan bencana alam mulai dari gemp abumi, tanah longsor, banjir dan angin puting beliung.

Pada 2018 terjadi bencana alam gempa bumi yang cukup dahsyat berkekuatan magnitudo 7,4 di Kabupaten Sigi.

Tercatat ratusan korban jiwa meninggal dunia akibat tertimpa reruntuhan bangunan dan terkubur akibat likuefaksi di dua wilayah yakni Kecamatan Tanambulava dan Sigibiromaru.

Bencana alam itu juga merusak banyak rumah penduduk,bangunan pemerintah, fasilitas umum, infrastruktur jalan, jembatan, irigasi, jaringan listrik dan jaringan telekomunikasi.

Memasuki Tahun 2019, berbagai bencana alam banjir bandang dan tanah longsor kembali melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Sigi dan menimbulkan korban jiwa dan kerugian material cukup besar.

Bencana alam tersebut semakin menambah duka dan penderitaan sebagian masyarakat Sigi yang belum lagi pulih dari keterpurukan akibat gempa bumi.

Sigi yang berbatasan langsung dengan Palu, Ibu Kota Provinsi Sulteng, dan Kabupaten Donggala selama ini memang terkenal rawan bencana alam.

Setiap kali memasuki musim hujan sering menimbulkan bencana banjir bandang dan tanah longsor.

Selain karena curah hujan yang lebat, juga banyak sungai yang sudah menjadi dangkal. Ditambah lagi struktur tanah labil sehingga mudah terjadi bencana tanah longsor.

Bahkan ada beberapa desa di kabupaten Sigi, salah satunya Desa Bangga di Kecamatan Dolo Selatan beberapa waktu lalu saat banjir bandang dan lumpur melanda wilayah itu, banyak rumah terkubur bersama seluruh perabot rumah.

Bahkan jalan yang menuju Desa Bangga putus total karena banjir bandang memporak-porandakan wilayah itu menyusul intensitas curah hujan meningkat.

Selain di Desa Bangga, juga beberapa Desa di Kecamatan Gumbasa dan Kulawi disapu banjir bandang dan menelan korban jiwa seperti yang terjadi di Desa Bolapapu, Kecamatan Kulawi.

Desa Bolapapu salah satu lokasi permukiman padat penduduk yang seringkali dilanda banjir bandang karena selain ada sungai, juga permukimannya berada di lereng gunung.

Beberapa kali peristiwa banjir, air dan lumpur tidak hanya karena datang dari sungai yang ada di wilayah itu, tetapi dari balik bukit.

Camat Kulawi, Rolly membenarkan bahwa warga Desa Bolapapu sering menjadi langganan banjir bandang.

Beberapa kali banjir bandang di desa itu mengakibatkan korban jiwa meninggal dunia dan kerugian material cukup besar.

Karena sudah menjadi langganan banjir, makanya, penduduk di desa itu setiap kali hujan lebat, seluruh masyarakat langsung mengungsi ke tempat aman.

Mereka baru akan kembali, jika memang sudah aman dari ancaman banjir.

"Jadi sampai sekarang ini penduduk Desa Bolapapu dibayang-bayangi oleh bencana alam banjir sehingga mereka selalu waspada," kata Camat Rolly.

Baca juga: Kemarin, Aa Gym diajak vaksin pertama hingga 5.803 positif COVID-19

Baca juga: Warga Sigi diminta tetap waspada perubahan cuaca ekstrem



Desa tangguh bencana

Dia juga menambahkan bahwa Pemkab Sigi melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sigi dan bekerja sama dengan NGO telah membentuk desa-desa tangguh bencana di seluruh Kulawi.

Desa-desa tangguh bencana itu merupakan wilayah yang rawan banjir dan tanah longsor.

Pembentukan desa tangguh bencana juga dilengkapi dengan sarana dan prasarana, termasuk alat komunikasi guna memudahkan koordinasi baik di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten.

Sudah banyak relawan bencana alam yang direkrut di setiap desa tangguh bencana yang ada di Kecamatan Kulawi dan kecamatan lainnya di Kabupaten Sigi.

Pemerintah dan masyarakat Kecamatan Kulawi, kata Rolly menyambut positif dan berharap dengan dibentuknya desa tangguh bencana akan sangat membantu masyarakat dan pemerintah setempat dalam menghadapi kemungkinan peristiwa alam terjadi di wilayah itu.

Camat Rolly juga mengatakan selain melengkapi dengan sarana dan prasarana bencana, BPBD Sigi juga gencar melakukan sosialisasi mitigasi bencana kepada masyarakat.

Di sekolah-sekolah sudah ada pendidikan tentang kebencanaan.

Mulai dari anak sekolah dasar (SD) sudah mendapatkan mitigasi bencana alam. Memang mitigasi bencana alam sangat dibutuhkan baik anak sekolah maupun masyarakat umum.

Apalagi, wilayah Sigi rawan bencana alam gempa bumi, banjir, tanah longsor dan angin puting beliung.

Karena itu, sejak dari usia dini, sebaiknya sudah dibekali dengan pendidikan tentang kebencanaan. "Dan kami selalu pemerintah dan masyarakat tentu sangat menyambut positif dan memberikan apresiasi kepada Pemkab Sigi atas langkah antisipasi yang telah dilakukan dalam menghadapi bencana alam ke depan," ujarnya.

Baca juga: BPBD: Jembatan Motou di Sigi putus diterjang banjir

Baca juga: Bawaslu bantu pulihkan Panwascam Dolo Selatan-Sigi pascabanjir bandang


Peran NGO

Kepala BPBD Kabupaten Sigi, Asrul mengatakan NGO sangat berperan dalam membantu pemerintah daerah dalam menghadapi bencana alam di daerah itu.

Sejak terjadinya bencana gempa bumi 7,4 mag yang mengguncang sejumlah wilayah di Sulteng, termasuk Kota Palu, Donggala dan Kabupaten Sigi, peran serta NGO sangat besar.

NGO yang bergerak dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaan, termasuk diantaranya, Wahana Visi Indonesia (WVI) berjibaku di lapangan membantu pemerintah daerah memberikan bantuan logistik yang dibutuhkan korban.

Selain menyalurkan bantuan pangan dan kebutuhan lainnya, WVI juga terlibat dalam memberikan pencerahan dan pendidikan mitigasi bencana alam kepada pelajar dan masyarakat.

"Dan kegiatan-kegiatan tersebut semuanya bermanfaat besar bagi masyarakat dan juga membantu meringankan beban pemerintah dalam menghadapi bencana alam," ujarnya.

Relawan-relawan NGO turun ke sekolah-sekolah yang ada ada di wilayah terdampak bencana gempa bumi maupun banjir banding di Kabupaten Sigi untuk memberikan sosialisasi mengenai kebencanaan.

Menurut dia, pendidikan kebencanaan memang harus sejak dari usia dini sudah diberikan kepada anak-anak.

Dengan demikian, mereka kelak akan menjadi relawan-relawan bencana dan sekaligus juga bisa menjadi warga yang tangguh menghadapi setiap adanya bencana alam di daerah itu.

Sebab mereka sejak masih usia dini telah dibekali dengan ilmu kebencanaan.

Dia juga menambahkan sejak bencana alam gempa bumi yang terjadi pada (28/9-2018), BPBD Sigi telah mendorong kepada Pemerintah Daerah Sigi agar mitigasi bencana dimaksudkan dalam salah satu pendidikan muatan lokal.

"Syukur Alhamdulillah disahuti dengan baik dan kini salah satu mata pelajaran yang masuk dalam kurikulum muatan lokal adalah pendidikan tentang kebencanaan," kata dia.

Dengan demikian, di sekolah-sekolah sekarang ini juga diberikan ruang untuk pendidikan kebencanaan. "Dan ini sangat penting,sebab Sigi merupakan daerah rawan bencana sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak.

Baca juga: Berita sepekan: Inovasi kampus hingga banjir di sejumlah daerah

Baca juga: ACT Sulteng salurkan logistik untuk penyintas banjir Sigi


Tanam pohon

Sementara Bupati Sigi, Mohammad Irwan Lapata secara terpisah mengatakan dalam rangka menghijaukan kembali lahan-lahan kritis yang ada di daerahnya, maka telah dicanangkan setiap desa menanam 10.000 pohon.

Penanaman pohon dapat dilakukan di titik-titik yang hutannya sudah mulai gundul, lahan kristis dan juga terutama di perbukitan dan daerah aliran sungai (das) yang ada guna mengantitipasi bencana alam banjir dan tanah longsor.

Banjir dan tanah longsor selama ini sering terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Sigi.

Terakhir kali banjir bandang menerjang Desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan,Desa Tuva Kecamatan Gumbasa dan Desa Bolapapu,Kecamatan Kulawi.

Bencana banjir terakhir kali itu terbilang paling parah karena selain menimbun ratusan rumah warga, juga memporak-porandakan infrastrusktur jalan, jembatan, irigasi,jaringan listrik dan telekomunikasi.

Jalan yang menghubungkan Palu dengan empat kecamatan di Kabupaten Sigi seperti KUlawi, Pipikoro, Kulawi Selatan dan Lindu putus total selama hampir dua pekan.

Banjir juga menghanyutkan sebuah jembatan gantung di Desa Tuva sehingga beberapa hari warga yang tinggal di sebarang sungai terisolir karena jembatan hanyut diterjang banjir.

Salah satu upaya Pemkab Sigi dalam mengantisipasi musim hujan ke depan, selain membangun tanggul pengaman di sisi sungai di beberapa sungai besar yang ada di Kabupaten Sigi, juga mendorong masyarakat menanam pohon-pohon pelindung.

Program menanam 10.000 pohon yang dicanangkan Pemkab Sigi, jika berjalan dengan baik,niscaya sedikitnya akan dapat mengurangi bencana alam longsor dan banjir.

Karena dengan penghijauan kembali, otomatis dapat meningkatkan kembali fungsi hutan.

Bupati Irwan juga mengatakan dalam setiap kali pertemuan dengan masyarakat,ia selalu mengimbau masyarakat untuk ikut menjaga kelestarian hutan dan alam.

Hutan dan alam perlu dijaga, agar berfungsi dengan baik, bukan sebaliknya dirusak atau dibabat hanya untuk kebutuhan ekonomi semata.

Karena, jika hutan dan alam terpelihara dengan baik, maka bencana banjir dan tanah longsor tidak akan terjadi sehebat yang sudah pernah terjadi di Kabupaten Sigi yang pada akhirnya membuat semua, baik pemerintah maupun masyarakat harus menanggung beban yang berat.

Selain itu, jika hutan sudah rusak, maka satwa-satwa, termasuk endemik akan terancam punah. Juga sumber air bersih yang selama ini berasal dari dalam kawasan maupun sekitar hutan akan berkurang.

Dan pada akhirnya akan menyulitkan dan menyusahkan masyarakat untuk memperoleh air bersih, sebab sumbernya (hutan) sudah menurun drastis fungsinya.

Berkaca dari bencana-bencana alam yang telah terjadi selama ini di Kabupaten Sigi, maupun daerah lainnya di Sulteng, maka semuanya harus sepakat untuk menjaga kelestarian hutan dan alam dengan tidak sembarangan lagi menebang pohon, tetapi sebaliknya menanam pohon.

Sebab hanya dengan cara seperti itulah, niscaya akan mengurangi terjadinya bencana alam banjir bandang dan tanah longsor saat musim hutan tiba.*

Baca juga: Korban terdampak banjir di Sigi butuh air bersih

Baca juga: Pemprov Sulteng salurkan bantuan logistik korban banjir di Sigi
Bupati Sigi, Mohammad Irwan Lapata mengajak masyarakatnya gencar menanam pohon antisipasi bencana alam banjir dan tanah longsor.



 

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021