Jakarta (ANTARA) - Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Patra M Zen meraih gelar doktor usai mempertahankan disertasinya yang berjudul "Perlindungan Hukum Pihak Ketiga yang Beritikad Baik (Bona Fide Third Parties) Atas Harta Kekayaan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang".

"Disiplin hukum pidana tidak memadai untuk menilai iktikad baik pihak ketiga," kata advokat itu, kepada wartawan, di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, diperlukan disiplin ilmu lain, yakni ekonomi (akuntansi forensik) dan antropologi (fisiognomi dan analisis gestur) dalam tahap penyidikan, penuntutan, dan pembuktian di muka persidangan.

Hal tersebut diungkapkan oleh pemilik nama lengkap Arief Patramijaya Mirhan Zen dalam presentasi sidang promosi doktor Program Pascasarjana Universitas Krisnadwipayana.

Baca juga: Pascasarjana Unkris gelar ujian doktor secara daring

Patra mengatakan, "novelty" atau kebaruan dalam disertasinya adalah konsep pihak ketiga yang beriktikad baik dan cara membedakan harta kekayaan yang didapat dengan kejujuran dan kewajaran dengan harta kekayaan pihak ketiga yang kotor dan tercemar (dirty and tainted property).

"Hukum acara pidana di Indonesia belum menjamin hak atas harta kekayaan pihak ketiga yang beriktikad baik," kata Direktur Hukum Kantor Hukum Moeldoko 81 itu.

Menurut dia, dari 12 putusan yang diteliti dalam disertasinya, ditemukan adanya irasionalitas dalam "due process of law" perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

"Telah terjadi ketidakadilan dan pelanggar HAM dalam 'due process of law' dalam perkara korupsi dan tindak pidana pencucian uang di negeri ini," kata Patra.

Tidak ada kewajiban bagi penyidik, penuntut umum, maupun hakim untuk menguraikan rasionalitas penyitaan dan perampasan harta kekayaan pihak ketiga.

Baca juga: ILUNI FHUI : Perlu payung hukum bagi notaris saat pandemi

Padahal, dalam praktik peradilan, lanjut dia, pihak ketiga bisa dibedakan ke dalam dua kelompok, yakni pihak ketiga yang beriktikad baik dan buruk.

"Perlindungan harta kekayaan pihak ketiga atas harta kekayaan di negeri ini masih bergantung pada 'kebaikan moral' penyidik, penuntut umum, dan hakim," ujar Patra.

Sidang terbuka promosi doktor tersebut dipimpin oleh Ketua Program Pascasarjana Universitas Krisnadwipayana Dr Firman Wijaya SH MH yang juga selaku co-promotor II, kemudian Prof Dr Tb Ronny Nitibaskara bertindak sebagai promotor dan Dr Chairul Huda SH MH selaku co-promotor I.

Adapun para penguji adalah Prof Dr Basuki Rekso W SH MS, Dr Yenti Ganarsih, Dr Rocky Marbun SH MH, dan Dr Hartanto SH MH.

Baca juga: Yasonna: Penegakan hukum dan perlindungan HAM harus responsif

Sidang terbuka dihadiri oleh para mentor dan senior promovendus, di antaranya Prof Amzulian Rifai SH LLM Ketua Ombudsman Republik Indonesia (dosen Patra saat menempuh pendidikan hukum di Universitas Indonesia), Dr Hotma PD Sitoempoel (advokat senior yang menjadi mentor promovendus saat di YLBHI), Ferry Lawrentius Hollen (direksi Gajah Tunggal Group, salah satu grup perusahaan klien promovendus), Kartini Nurdin (Ketua Yayasan Obor Indonesia), dan Dian Novita Susanto (Direktur Eksekutif Kantor Hukum Moeldoko 81).

Hadir pula istri Patra, Lidia Ariyanti dan kelima anaknya, Hj Siti Alifah, ibunda Patra, ayah dan ibu mertua, serta adik-adiknya yang mendampingi promovendus.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020