Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Konstitusi 2003-2008 Jimly Asshiddiqie menegaskan putusan lembaga yang melakukan pengujian undang-undang itu berlaku final dan mengikat sejak dibacakan dan tidak memerlukan eksekusi.

Melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa, menurut dia, Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi justru sering disalahpahami.

Pasal yang dihilangkan dalam revisi UU MK terakhir itu berbunyi "Jika diperlukan perubahan terhadap undang-undang yang telah diuji, DPR atau Presiden segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan".

"Pasal itu malah bisa disalahpahami seakan putusan MK baru berlaku kalau sudah ditindaklanjuti. Yang benar, putusan MK berlaku final dan mengikat sejak dibacakan," ujar pakar hukum tata negara itu.

Ia menuturkan putusan pengujian undang-undang yang menyebabkan perubahan norma tidak memerlukan eksekusi seperti putusan Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya yang mengadili orang atau kasus konkret.

Tanpa tindak lanjut pemerintah mau pun DPR, ia menegaskan saat pengujian undang-undang dikabulkan, maka undang-undang yang dikabulkan otomatis berubah.

Baca juga: Ini alasan draf final UU Cipta Kerja 812 halaman menurut DPR

Sebelumnya, terdapat pendapat pengujian Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi merupakan hal yang percuma karena dengan dihapusnya Pasal 59 ayat (2) UU MK setelah direvisi, pemerintah dan DPR tidak harus menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi.

Padahal berbagai pihak menilai alih-alih melakukan unjuk rasa menolak pengesahan UU Cipta Kerja, mengajukan pengujian undang-undang itu ke Mahkamah Konstitusi justru langkah yang lebih baik, khususnya saat wabah COVID-19 di Indonesia yang masih sulit dikendalikan.

Baca juga: Pengamat: Unjuk rasa anarkis Omnibus Law tidak bisa dibiarkan

Baca juga: Riza harap DKI bisa aspirasikan UU Ciptaker langsung dengan Presiden

Baca juga: KI Pusat: Buka akses publik dalam proses legislasi

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020