menyebabkan adanya defisit neraca perdagangan bagi Indonesia, yang pada akhirnya bisa mengganggu perekonomian nasional
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI, Nevi Zuairina menyatakan perjanjian perdagangan internasional yang melibatkan Indonesia harus dapat melindungi industri domestik atau dalam negeri khususnya yang berskala kecil dan menengah.

"Sebagai anggota DPR RI Komisi VI, kami akan terus mengawal ratifikasi perjanjian internasional agar tetap berpihak kepada rakyat, UMKM, dan bisa berdampak positif bagi perekonomian Indonesia," kata Nevi Zuairina dalam rilis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menerangkan pada awal Februari 2020, DPR RI menetapkan persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia atau Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).

Ratifikasi perjanjian perdagangan internasional tersebut, lanjut Nevi, merupakan salah satu RUU prioritas tahun 2020 dalam kategori kumulatif terbuka tentang pengesahan perjanjian internasional, sehingga dapat dibahas kapan saja dengan melihat kondisi tertentu.

Nevi melanjutkan selain perjanjian perdagangan IA-CEPA masih ada ratifikasi perjanjian perdagangan dengan negara EFTA (Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement), dan juga Perjanjian Pengembangan Niaga Elektronik dengan ASEAN (ASEAN Agreement on E-Commcerce).

"Ratifikasi ini akan membuka bebas aktivitas ekspor-impor antar kedua negara, sehingga bisa berdampak pada tarif bea masuk produk di kedua negara menjadi 0 persen," ucapnya.

Apabila hal ini terjadi, katanya, akan ada sebanyak 6.474 produk ekspor dari Indonesia ke Australia yang bea masuknya jadi nol persen, sedangkan Indonesia akan membebaskan bea masuk dari Australia sebanyak 10.813 pos barang impor.

"Untuk saat ini, pembebasan aktifitas ekspor-impor berupa bea masuk produk di kedua negara menjadi 0 persen mengakibatkan ketidakseimbangan. Keadaan ini menyebabkan adanya defisit neraca perdagangan bagi Indonesia, yang pada akhirnya bisa mengganggu perekonomian nasional," katanya.

Untuk itu, ujar dia, adanya kerjasama perdagangan IA-CEPA harus bisa menjadi pemacu untuk meningkatkan kinerja ekspor Indonesia sehingga dapat memberikan dampak positif bagi neraca perdagangan.

Ia juga menegaskan pemerintah harus dapat memperhatikan industri dalam negeri khususnya skala kecil dan menengah agar dapat memproduksi barang ekspor yang berkualitas.

Sebelumnya, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga optimistis bahwa perjanjian perdagangan mampu mengatasi proteksionisme saat krisis yang melanda akibat pandemi COVID-19.

"Proteksionisme adalah fenomena yang umum ditemui dalam setiap krisis, baik krisis karena faktor ekonomi maupun yang diakibatkan aspek kesehatan seperti pandemi Covid- 19. Proteksionisme tersebut kemudian berpotensi menimbulkan deglobalisasi," ujar Jerry.

Wamendag mengatakan interdependensi antarnegara adalah sebuah keniscayaan, di mana tidak mungkin sebuah negara memenuhi kebutuhannya sendiri secara utuh.

Menurut Jerry, proteksionisme menjadi fenomena umum karena setiap negara mengalami tekanan ekonomi yang berat.

Dengan demikian, masih menurut dia, sebagai langkah mitigasi ekonomi, masing-masing negara berusaha memulihkan perekonomian dengan mengutamakan produksi dalam negeri. Namun untuk jangka panjang, kebutuhan membuka diri dengan perdagangan luar negeri akan kembali.

Baca juga: IA-CEPA buka peluang baru perdagangan dan investasi
Baca juga: Wamendag pastikan tak ada negosiasi dagang tertunda akibat pandemi
Baca juga: RI-Uni Eropa ingin selesaikan perjanjian kemitraan ekonomi tahun ini

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020