Syarat dukungan 20 persen menjadi 10 persen kursi DPRD akan menutup ruang konglomerasi dalam pilkada.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa mengusulkan syarat dukungan partai politik mengusung calon kepala daerah (cakada) diturunkan menjadi 10 persen dari jumlah kursi di DPRD guna mencegah praktik "borong" dukungan dalam pilkada.

"Saya termasuk yang berpikir ke depan bisa saja syarat dukungan partai kepada seseorang untuk maju menjadi calon kepala daerah diturunkan, tidak 20 persen, tetapi cukup 10 persen," kata Saan dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk "UU Pilkada dan Kekhawatiran Menguatnya Dinasti Politik" di kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa.

Dalam Pasal 40 Ayat (1) UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan bahwa partai politik atau gabungan parpol dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Baca juga: Anggota DPR soroti penyebab munculnya dinasti politik dalam pilkada

Usulannya tersebut untuk menutup ruang konglomerasi dalam pilkada dengan "memborong" dukungan partai bagi seseorang maju sebagai calon kepala daerah.

Langkah itu, menurut dia, untuk memudahkan dan memberi peluang kepada orang-orang yang memiliki kualitas untuk tampil dalam kontestasi pilkada dan memberikan kesempatan bagi pemilih untuk mencari yang terbaik dari banyak pilihan calon pemimpinnya.

"Misalnya, di sebuah kabupaten/kota jumlah kursi DPRD adalah 50 kursi sehingga kalau syarat dukungan 10 persen, seorang dengan mendapatkan dukungan 5 kursi bisa ikut dalam pilkada," ujarnya.

Untuk mendapatkan dukungan itu, selain prosesnya yang rumit karena harus mendatangi semua partai untuk mencukupinya, terkadang ada biaya mahal karena ada "pasar gelap" sebelum mendapatkan dukungan dari sebuah partai.

Ia menjelaskan "pasar gelap" itu adalah cara seorang untuk mendapatkan dukungan. Hal itu tidak diatur dalam UU sehingga tidak aneh kalau banyak konglomerasi dalam proses memperoleh dukungan tersebut.

Baca juga: NasDem-Golkar upayakan dua pasangan calon pada Pilkada Kepri 2020

"Dalam dukungan itu ada istilah konglomerasi juga yang mendorong semua partai agar sebisa mungkin calon tunggal atau hanya dua pasang calon," katanya.

Undang-Undang Pilkada ke depannya, kata dia, harus memberikan ruang kepada pemilih untuk mencari alternatif calon pemimpin sehingga calon-calon potensial yang punya rekam bidang politik yang memadai dan komitmen tinggi serta kapabilitas untuk memimpin sebuah daerah.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020