Alih-alih memberikan subsidi dan bantuan, pemerintah dapat meninjau ulang regulasi perdagangan pada sektor-sektor krusial, seperti pangan
Jakarta (ANTARA) - Lembaga kajian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai Indonesia membutuhkan kebijakan dari sisi penyederhanaan regulasi agar tidak hanya bergantung pada sisi fiskal untuk mengatasi pandemi COVID-19.

"Anggaran bisa diselamatkan kalau Indonesia fokus pada kebijakan ekonomi yang sehat yang lebih terbuka, termasuk terbuka untuk investasi," kata Direktur Eksekutif CIPS Rainer Heufers dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.

Rainer mengatakan Indonesia saat ini sudah mempunyai manajemen fiskal yang memadai untuk mengatasi berbagai krisis ekonomi yang melanda sejak krisis finansial Asia pada 1997.

Namun, situasi pandemi dapat memberikan tantangan baru dalam pengelolaan fiskal mengingat pembiayaan melalui pajak bukan merupakan alternatif pilihan utama.

Saat ini, pembiayaan defisit anggaran melalui utang merupakan opsi yang lebih populer karena pajak dapat membebani perekonomian domestik dan memperparah krisis.

Untuk itu, tambah dia, mengurangi belanja subsidi serta meninjau ulang regulasi yang menghambat sangat diperlukan agar beban utang tidak meningkat.

Ia memastikan kebijakan seperti penghapusan impor pangan dapat menurunkan harga bahan makanan lebih cepat dibandingkan pemberian subsidi yang kurang efektif dalam situasi sekarang.

"Alih-alih memberikan subsidi dan bantuan, pemerintah dapat meninjau ulang regulasi perdagangan pada sektor-sektor krusial, seperti pangan," ujarnya.

Selain itu, menurut Rainer, penyederhanaan regulasi untuk investasi di sektor kesehatan juga bisa mengurangi ketergantungan fiskal untuk menangani pandemi ini.

"Anggaran dapat digunakan lebih hemat seandainya Indonesia membuka kesempatan untuk investasi asing di sektor perawatan kesehatan domestik dan fokus pada solusi perawatan kesehatan jangka panjang," ujarnya.

Secara keseluruhan, ia menegaskan, kebijakan ekonomi yang lebih terbuka dapat membantu pemulihan ekonomi, khususnya dalam akses pasar dan infrastruktur, lingkungan investasi, kondisi perusahaan dan sistem tata kelola.

"Masih ada kebijakan-kebijakan yang membelenggu perekonomian. Untuk jangka panjang, reformasi ekonomi diperlukan untuk pemulihan yang cepat dan kuat," ujarnya.

Baca juga: Peneliti: Penggunaan teknologi digital buat UMKM bertahan saat pandemi

Baca juga: Peneliti ingin swasta lebih dilibatkan dalam regulasi ekonomi digital

Baca juga: Gaet relokasi investasi dari China, Indonesia perlu reformasi regulasi

 

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020