Jakarta (ANTARA) - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) mengingatkan, apabila implementasi program pemulihan ekonomi nasional melalui perbankan lambat, maka permintaan restrukturisasi oleh debitur berisiko meningkat.


Ketua Umum KADIN Rosan P Roeslani
 
mengatakan, total debitur yang mengajukan restrukturisasi kepada perbankan mencapai Rp1.350 triliun atau 25 persen dari total penyaluran pinjaman perbankan sekitar Rp5.700 triliun. Saat ini yang sudah disetujui restrukturisasinya mencapai sekitar Rp695 triliun lebih.

"Kalau tidak ada langkah konkrit dan implementasinya lambat, angka ini bisa berkembang menjadi level 40-50 persen dari total lending perbankan yang saat ini di level Rp5.700 triliun di bulan Desember. Jadi bisa mencapai angka kurang lebih Rp2.500 triliun sampai Rp2.800 triliun akhir tahun ini," ujar Rosan saat jumpa pers usai rapat dengan OJK di Jakarta, Kamis.

Menurut Rosan, tekanan terhadap dunia usaha akibat pandemi COVID-19, terutama UMKM sangat besar.

Ia menuturkan, sektor UMKM yang sudah minta restrukturisasi mencapai 50 persen dari total pinjaman kepada UMKM Rp1.100 triliun, alias sekitar Rp500 triliun lebih yang sudah meminta restrukturisasi.

"Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah yang cepat, proses restrukturisasi ini sudah mulai berjalan, kami pun meminta bahwa musti ada tahap lanjutannya yaitu adalah modal kerja yang memang dibutuhkan oleh UMKM dan juga pada dunia usaha," kata Rosan.

Rosan menilai, proses restrukturisasi yang sudah berjalan tentunya tidak akan bisa menjadi lebih optimal tanpa ada suntikan modal kerja dari perbankan.

KADIN menyarankan, untuk modal kerja tersebut ada penjaminan dari pemerintah di kisaran 80-90 persen dan sisanya 10-20 persen bisa dari perbankan.

"Dengan adanya penjaminan ini, bisa untuk mencegah moral hazzard juga. Dan penjaminan ini menjadi sangat penting dan pemerintah tidak perlu memberikan likuiditas tapi bisa dalam bentuk penjaminan," ujar Rosan.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020