Bogor (ANTARA News) - Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Prof Dr KH Didin Hafidhuddin mengemukakan bahwa zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS) harus dapat dijadikan sebagai "life style" (gaya hidup) budaya dan kepribadian.

"(Gaya hidup dengan ZIS) itu adalah bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah," katanya saat menyampaikan khutbah shalat Idul Fitri (Lebaran) 1430 Hijriah dengan tema "Membangun Kesalihan Individual dan Sosisl" di Lapangan Sempur, Kota Bogor, Jawa Barat (Jabar), Minggu.

Disampaikannya bahwa sikap peminta karena kebutuhan yang mendesak diperbolehkan, akan tetapi kalau sikap meminta-minta dijadikan sebagai sebuah pekerjaan dan profesi, maka hal itu sangat dicela oleh ajaran agama.

Ia mengatakan, salah satu alat untuk membangun kesalihan sosial, sekaligus untuk menumbuhkan serta membangun kesejahteraan masyarakat yakni perintah ZIS itu.

"Karena itu, umat Islam harus meyakini bahwa dengan berzakat harta kita akan semakin bertambah," katanya.

Menurut dia, dengan ZIS yang dikelola dengan baik oleh amil zakat yang amanah dan terpercaya dan bertanggung jawab, maka pasti akan meningkatkan kesejahteraan kaum miskin dan "dhu`afa".

Ia menyebutkan bahwa secara makro, potensi zakat di Indonesia sangat besar yaitu mencapai Rp19,3 triliun setiap tahun. "Maka sudah dapat dibayangkan kalau potensi zakat bisa digali dengan baik dan dikelola oleh amil yang amanah, maka akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.

Pada bagian lain, ia juga menyatakan bahwa ibadah "shaum" (puasa) telah melatih umat Islam menjadi orang yang jujur, karena kejujuran sangat penting dan menentukan.

"Sebab, tanpa kejujuran tidak mungkin bisa membangun diri kita, keluarga maupun masyarakat dan bangsa kearah yang lebih baik," katanya.

Dalam kaitan dengan kesalihan individual, kata dia, hal itu apat tercermin dari sifat amanah. Artinya, apapun yang menjadi tanggung jawab dan pekerjaan seorang makhluk, harus dipandang sebagai amanah dari Allah SWT yang pertanggungjawabannya bukan hanya sekedar kepada manusia melainkan juga kepada Allah SWT, kelak di kemudian hari.

"Orang yang amanah pasti akan mendapatkan kemakmuran dalam hidupnya, sebaliknya orang yang khianat akan menderita kerugian dan kefakiran didalam kehidupannya, " katanya.

Sedangkan kesalihan sosial, artinya sebagai orang yang beriman tidak boleh merasakan kesenangan secara pribadi. "Kita harus memperhatikan tetangga sekitar. Apalagi, yang berkaitan dengan kepentingan umat, sehingga apapun yang dialami kaum muslimin dimanapun berada sesungguhnya harus dirasakan," kata Didin Hafidhuddin.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009