Jakarta (ANTARA) - Sudah sekitar tiga bulan bangsa ini bertempur dengan COVID-19. Seluruh energi dan daya upaya dikerahkan untuk memerangi wabah ini.

Korban terus berjatuhan dari berbagai kalangan masyarakat, tak terkecuali juga para tenaga medis. Vaksin untuk melawan virus corona jenis baru ini belum juga ditemukan.

Menurut World Health Organization (WHO), virus ini terus bermutasi dengan kecepatan rata-rata satu mutasi per bulan dan mempunyai jenis yang berbeda di setiap negara atau wilayah.

Tatkala pertempuran terus berkecamuk tiada henti dan pemerintah serta masyarakat sudah kehabisan energi, tidak ada jalan lain kecuali mengubah strategi.

Ketika amunisi juga sudah semakin menipis dan penemuan senjata pamungkas belum lagi tuntas, maka bisa jadi upaya gencatan senjata atau perdamaian menjadi alternatif yang dipilih.

Rakyat sudah begitu lelah dan virus corona juga tidak mau mengalah. Semua tidak ada yang tahu kapan pandemi ini akan berakhir.

Pilihan beradaptasi di masa pandemi atau berdamai dengan wabah menjadi alternatif terbaik untuk dapat terus bertahan melanjutkan kehidupan ini.

Kelaziman sehari-hari masyarakat dua bulan terakhir ini yang berpedoman terutama kepada protokol-protokol kesehatan harus terus dilanjutkan dengan beberapa penyesuaian melihat perkembangan yang terjadi.

Kebiasaan-kebiasaan yang pada mulanya dilakukan dengan dipaksa dan kemudian terpaksa, kini harus menjadi bisa dilakukan dan dijadikan kebiasaan atau kelaziman, yang pada gilirannya akan menjadi budaya.

Masyarakat harus mengubah kebiasaan-kebiasaan selama ini yang tidak dibatasi oleh protokol-protokol kesehatan atau aturan-aturan lain yang bertujuan menghindari penyebaran virus lebih luas lagi.

Masyarakat harus bisa hidup dengan tatanan kehidupan baru atau kenormalan baru (new normal). Tatanan kehidupan baru yang harus dijalankan sebelum ditemukannya penangkal virus korona, bahkan mungkin jika sudah ditemukan vaksin virus ini sekalipun.

Begitu juga dengan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di dunia kerja.

Beberapa model adaptasi atau kelaziman baru yang muncul dalam dunia kerja di tengah masih menyebarnya virus korona antara lain sebagai berikut:

Baca juga: Pro kontra normal baru di kalangan wakil rakyat

Baca juga: Provinsi Kepri mulai memasuki normal baru

 
Ilustrasi - Seorang karyawan yang sedang bekerja dari rumah. ANTARA/Shutterstock/am.



Bekerja dari rumah

Istilah yang semakin populer di tengah masyarakat saat ini adalah bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH). Bekerja dari rumah menjadi alternatif jitu cara bekerja di tengah penyebaran virus korona yang belum juga mereda.

Metode bekerja ini memiliki fleksibilitas yang tinggi, baik dari sisi waktu apalagi lokasi.

Di sebagian perusahaan cara bekerja ini mungkin tidak asing lagi, dan sudah diimplementasikan dengan tujuan untuk mendukung program worklife balance (keseimbangan antara bekerja dan kehidupan sehari-hari) atau juga untuk efisiensi.

Walaupun diawali dengan situasi yang dipaksa dan terpaksa, kini WFH menjadi salah satu solusi untuk memenuhi protokol kesehatan stay at home atau di rumah saja.

Tetap di dalam rumah tetapi juga tetap produktif bekerja, serta memprioritaskan keselamatan pekerja dari risiko penularan virus korona.

Bekerja dari rumah tentu bukan hanya memindahkan pekerjaan untuk dilakukan di rumah. Perlu hal-hal khusus yang dilakukan secara lebih disiplin ketika bekerja di dalam rumah.

Persyaratan minimal yang harus dipenuhi antara lain ruang kerja dan peralatan kerja yang memadai, berpakaian rapi, disiplin terhadap waktu kerja dan waktu istirahat, dan tidak terganggu dengan suasana rumah.

Setelah menjadi kelaziman baru dalam bekerja dan dalam rangka merespon kedinamisan kondisi, WFH akan berkembang menjadi kelaziman yang lebih baru yaitu model bekerja dari mana saja atau Work From Anywhere (WFA), ketika WFH ini berkolaborasi dengan model bekerja dari co-working space yang sebelum ini sudah mulai membudaya di kalangan para profesional.

Baca juga: Polda Metro: Penindakkan opsi terakhir dalam pelaksanaan normal baru

Baca juga: Ketua Dewan Pers: Awali normal baru dengan bangun paradigma

 
Ilustrasi WFH ibu dan anak (ANTARA/Shutterstock)


Menjaga jarak fIsik

Menjaga jarak fisik juga merupakan salah satu upaya pencegahan penyebaran COVID-19. WHO mendefinisikan pengertian jarak fisik adalah pembatasan jarak antara manusia satu dengan lainnya secara fisik saja dan tidak memutuskan hubungan sosial.

Walaupun antara manusia menjaga jarak satu sama lain, namun hubungan kekeluargaan, kekerabatan, persahabatan, pekerjaan dan hubungan sosial lainnya tetap bisa dilakukan melalui media sosial.

Dengan jarak fisik manusia bukan terisolasi secara sosial dan menjauhi satu sama lain, namun tetap melakukan interaksi sosial seperti biasa yang tidak memerlukan kehadiran fisik secara langsung atau melakukan interaksi fisik secara dengan pembatasan jarak tertentu.

Sedangkan Center of Disease Control and Prevention (CDCP), USA, menyatakan bahwa implementasi jarak fisik adalah dengan berposisi kurang lebih berjarak 1,8 meter dari orang lain, tidak berkumpul dalam kelompok, dan menghindari kerumunan banyak orang atau tempat-tempat umum.

Kriteria untuk implementasi jarak fisik ini sangat baik untuk diterapkan di dunia kerja.

Walaupun metode bekerja WFH menjadi kebiasaan dalam tatanan baru, namun bekerja di kantor atau Work At Office (WAO) masih tetap dilakukan dengan berpedoman pada protokol-protokol kesehatan yang diatur oleh pemerintah atau perusahaan. Karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan di kantor.

Teller dan customer service di sebuah bank harus beradaptasi melakukan jarak fisik saat melayani nasabah, tanpa mengurangi kualitas pelayanannya.

Para pekerja secara internal dalam sebuah kantor atau pabrik juga harus mengubah tata letak (re-lay out) tempat kerja untuk memenuhi persyaratan jarak fisik.

Begitu juga ketika karyawan menemui pelanggan, pemasok, atau mitra kerja lainnya., kebiasaan berjabat tangan dengan hangat selama ini harus diubah dengan gesture lain yang tidak bersentuhan.

Cara bangsa Jepang dengan membungkukkan badan (ojigi) saat bertemu mungkin bisa menjadi pilihan kebiasaan baru. Atau cara bangsa Thailand (wai) dan India (namaste) ketika menyapa orang lain pertama kali dengan menyatukan kedua telapak tangan di dada seperti sikap berdo’a juga bisa menjadi alternatif.

Intinya adalah menghindari anggota badan terutama tangan untuk bersentuhan.

Baca juga: Menparekraf siapkan protokol normal baru untuk destinasi wisata

Baca juga: Pemerintah segera terbitkan protokol latihan dan kompetisi olahraga

 
Ilustrasi "working mom". (ANTARA/Shutterstock)



Video Conference

Rapat-rapat dan pertemuan formal lainnya dengan memanfaatkan video conference (konferensi video) atau yang saat ini populer dengan istilah vicon meeting sebenarnya merupakan akibat dari model bekerja WFH dan juga mematuhi protokol physical distancing dalam bekerja.

Model bekerja dengan vicon meeting ini akhirnya menjadi pilihan tepat sebagai salah satu alternatif mencegah penyebaran virus korona di tempat kerja.

Vicon meeting adalah sarana telekomunikasi yang efektif antara dua orang atau lebih dan dapat digunakan secara global atau jarak jauh. Dengan sarana ini seorang pekerja tidak hanya dapat berbicara satu sama lain tetapi dapat melihat video dari orang yang berinteraksi dengannya.

Ini adalah cara berkomunikasi dua arah yang efektif dari transmisi audio dan video dengan menggunakan media internet untuk transmisi data.

Banyak organisasi yang mengharuskan para pekerjanya untuk melakukan pertemuan dan rapat dengan mitra kerja terutama yang berjarak jauh dengan menggunakan sarana ini.

Dalam kondisi saat ini, video conference menjadi media komunikasi yang cukup efektif dan efisien, bukan hanya dalam rangka menghindari penyebaran virus korona, tetapi juga dalam mengefisienkan waktu dan anggaran organisasi.

Bukan hanya rapat atau pertemuan formal yang kemudian lazim menggunakan video conference, namun penyelenggaraan seminar dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pekerja baik pelaksanaan in house training maupun public training dilakukan dengan cara webinar dan video conference memakai aplikasi-aplikasi yang tersedia.

Salah satu lembaga penelitian big data di Indonesia, Statqo Analytics, menyebutkan bahwa penggunaan aplikasi konferensi video di Indonesia oleh pebisnis dan masyarakat lainnya dalam kurun waktu tiga bulan terakhir ini meningkat cukup tajam yaitu sebesar 183 persen.

Baca juga: Guru Besar UGM: Normal baru tak sama dengan kondisi sebelum COVID-19

Baca juga: Bintan tolak gunakan istilah "new normal"

 
Ilustrasi - Kerja dari rumah atau work from home (WFH) (HO-Grab)



Memakai APD

Para pekerja konstruksi atau manufaktur tertentu mungkin sudah sangat terbiasa dengan memakai Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja, seperti menggunakan alat pelindung kepala (safety helmet), pelindung muka dan mata (face shield), pelindung telinga (hearing protection), pelindung pernafasan (masker respirator), sarung tangan (gloves), dan pelindung kaki (safety boots).

Namun, sekarang semua pekerja profesi apapun, mau tidak mau dan suka tidak suka, harus memakai alat pelindung diri untuk menghindari atau mencegah terpapar virus korona.

Para pekerja garis depan (frontliner) yang sering berhubungan dengan pihak eksternal seperti anggota satuan pengamanan (security) serta office boy dan petugas cleaning service wajib menggunakan face shield (pelindung muka).

Bahkan bukan hanya di tempat kerja, namun juga mulai berangkat dari rumah, dalam perjalanan menuju lokasi kerja, dan saat kembali dari tempat kerja menuju ke tempat tinggal, terlebih jika menggunakan fasilitas transportasi umum.

Para pekerja tidak hanya memakai alat pelindung diri, namun secara berkala juga harus diukur suhu tubuhnya dengan thermogun dan wajib kerap mencuci tangan dengan sabun sekitar 20 detik atau membasuh tangan dengan hand sanitizer.

Lokasi kerja, termasuk meja dan perlengkapan kerja juga secara periodik dilakukan penyemprotan disinfektan untuk memastikan kebersihan dan hilangnya virus, bakteri dan kuman.

Memakai masker menjadi kelaziman baru yang utama untuk pencegahan tertular virus corona di tempat kerja. Cara penggunaan masker yang tepat dapat membantu menangkal virus masuk ke dalam tubuh.

Virus corona menular melalui droplet atau cairan tubuh dari orang yang terinfeksi dan biasanya droplet akan keluar saat bicara, bersin dan batuk.

Para pekerja ketika memakai masker tidak hanya dalam kondisi sakit atau kurang sehat, namun juga dalam kondisi sehat.

Menggunakan masker sehari-hari bukan hanya untuk melindungi diri, namun juga melindungi orang lain dari terpapar virus.

Warga negara Ceko mengkampanyekan pemakaian masker ini dengan tagline: I protect you, you protect me, and we are both save (saya melindungi Anda, Anda melindungi saya, kita berdua selamat).

Menurut WHO pemakaian masker akan efektif jika dikombinasikan dengan rutinitas mencuci tangan yaitu mencuci tangan dengan air dan sabun (hand rub) dan hand sanitizer yang mengandung alkohol.

Masih banyak cara bekerja dengan kelaziman baru yang akan muncul di masa pandemi ini sesuai kedinamisan situasi. Akhirnya, yang dapat bertahan hidup di tengah wabah ini adalah bukan yang paling kuat atau paling pintar, tetapi yang paling adaptif, sebagaimana ungkapan yang dikatakan oleh Herbert Spencer (1820-1903), seorang sosiolog berkebangsaan Inggris, yaitu survival of the fittest (kelangsungan hidup yang paling sesuai).

Spencer merespon hal yang dinyatakan oleh Charles Robert Darwin (1809-1882), seorang naturalis dan ahli geologi Inggris tentang seleksi alam (natural selection) dalam teori evolusi Darwin.

Seraya menunggu ditemukannya vaksin sebagai senjata utama melawan virus corona, tentu beradaptasi dengan kelaziman-kelaziman baru menjadi cara yang paling ampuh untuk terus melanjutkan kehidupan ini.

*) Naufal Mahfudz adalah Direktur Umum dan SDM BPJAMSOSTEK, dan Steering Committee Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK)

Baca juga: Wapres sebut produktivitas jadi tantangan di era normal baru

Baca juga: PKS ingatkan enam syarat sebelum normal baru

Copyright © ANTARA 2020