Kami belum tahu langsung dari yang bersangkutan kenapa Nanta penampilannya jadi begitu
Balikpapan (ANTARA) - Tersangka mantan pemimpin redaksi laman banjarhits.id Diananta Putera Sumedi (Nanta) yang dititipkan di ruang tahanan Polres Kotabaru Kalimantan Selatan sehari sesudah Idul Fitri 1441 Hijriyah terkena pilek setelah diperiksa kesehatannya oleh tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

“Nanta diperiksa langsung oleh dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kotabaru,” kata Fariz Fadillah, Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Balikpapan yang bersama sejumlah elemen jurnalis dan masyarakat adat Kalimantan Selatan mendampingi Nanta.

Ketua IDI Kotabaru dr Aswin Febria turun tangan langsung memeriksa Nanta di Polres.

Baca juga: AJI Balikpapan minta Nanta dibebaskan

“Nanta mengeluh pilek,” kata dr Aswin. Kelelahan selama perjalanan dari Banjarmasin, 270 km barat Kotabaru, dan belum bisa istirahat maksimal, serta perubahan lingkungan diduga menjadi penyebabnya.

Untuk keluhan pilek tersebut, dr Aswin memberikan sejumlah obat dan vitamin.

Selain daripada itu dr Aswin menyebutkan kondisi vital Nanta normal. Kondisi vital meliputi denyut nadi-detak jantung, tekanan darah, laju pernapasan, dan suhu tubuh.

Baca juga: Wartawan Antara korban pengeroyokan bersaksi di Pengadilan

Sampai saat ini, hanya dr Aswin saja orang di luar Polres yang bisa bertemu Nanta secara langsung di Polres Kotabaru. Para pengacara dan rekan-rekannya jurnalis yang juga hadir ke Polres Kotabaru pada Selasa (26/5), juga Kamis (28/5) dilarang menjenguk.

"Tadi siang kami belum bisa masuk ke dalam membesuk. Alasan pelarangan dari petugas karena wabah COVID-19. Jadi, kami titipkan saja ke petugas sedikit bekal buat rekan kami Nanta," ujar Iwan Hardi, jurnalis Kotabaru yang ikut menjenguk Nanta.

Baca juga: Tersangka pengeroyokan wartawan ANTARA di Aceh terancam lima tahun

Selain itu, dari foto saat dr Aswin memeriksa kesehatan Nanta, penampakan jurnalis banjarhits.id itu terlihat berubah. Dari foto saat diperiksa dokter, tampak rambut Nanta yang semula panjang hingga melewati bahu yang juga jadi ciri khas Nanta, juga sudah tidak ada. Kepala Nanta kini plontos.

“Nanta minta dipotongkan rambutnya dengan teman satu selnya,” kata Anang Fadhillah, jurnalis di Banjarmasin mengutip Kapolres Kotabaru Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Andi Adnan Syafruddin.

Namun demikian, tak urung perubahan penampilan Nanta memicu spekulasi di kalangan aktivis dan pengacara yang mendampinginya.

“Kami belum tahu langsung dari yang bersangkutan kenapa Nanta penampilannya jadi begitu,” kata Kisworo, Direktur Walhi Kalsel, satu dari sejumlah aktivis yang peduli kasus yang menimpa Nanta.

Selama 20 hari di tahanan Polda Kalsel di Banjarmasin, Nanta bisa dijenguk dan tetap berambut panjang.

Status Nanta saat ini adalah tahanan titipan Kejaksaan Negeri Kotabaru untuk menunggu jadwal persidangan di Pengadilan Negeri Kotabaru. Ia ditahan dalam kasus yang dilaporkan orang bernama Sukirman atas pemberitaan penggusuran lahan masyarakat oleh perusahaan perkebunan di Cantung, Kotabaru.

“Karena kami dilarang menjenguk Saudara Nanta, polisi barangkali bisa menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya,” kata Muhammad Arsyad SH, satu dari 27 penasihat hukum Diananta Putera Sumedi.

Menurut Arsyad, adalah hak tahanan untuk “bebas dari tekanan seperti; diintimidasi, ditakut-takuti dan disiksa secara fisik”. Hal ini sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Bila rambutnya dipotong tidak atas keinginannya, maka boleh jadi hak-hak tersebut tidak diberikan,” lanjut Iron Fajrul Aslami SH MH, relawan penasihat hukum Nanta.

Iron menegaskan kepolisian sebagai pelaksana undang-undang terhadap tersangka mesti mengedepankan asas praduga tidak bersalah selama proses penyidikan sampai nanti keputusan dijatuhkan.

Menurut Kisworo yang juga berambut panjang hingga sepinggang, tidak mudah bagi orang yang biasa berambut panjang lalu memotong habis rambutnya seperti yang terjadi pada Nanta.

Sebelumnya, saat dihubungi terpisah, Kapolres Kotabaru AKBP Andi Adnan Syafruddin juga mengaku baru tahu keadaan Nanta tersebut.

“Kapolres berjanji akan beri sanksi anggotanya yang bertindak di luar prosedur,” kata Anang Fadhillah, koordinator Koalisi untuk Masyarakat Adat dan Kebebasan Pers yang juga mendampingi Nanta.

Anang menghubungi Kapolres sesaat setelah melihat perubahan penampilan Nanta tersebut dan baru mendapat respon beberapa lama kemudian. Belakangan Kapolres mengabari bahwa Nanta jadi plontos sebab keinginannya sendiri.

Kronologi Kasus

Diananta Putera Sumedi ditahan sejak 4 Mei silam oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel sebab beritanya yang berjudul "Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel" pada kanal banjarhits.id pada 9 November 2019.

Dalam berita tersebut Diananta mengutip pernyataan orang bernama Sukirman yang menyebut dirinya mewakili Masyarakat Adat Kaharingan bahwa penyerobotan lahan oleh perusahaan tersebut dapat memicuk konflik etnis.

Belakangan, Sukirman membantah pernyataannya yang tertulis dalam berita dan melaporkan banjarhits.id ke Polda Kalsel.

Pengaduan Sukirman ini diproses polisi. Polisi juga minta Sukirman mengadu ke Dewan Pers selaku yang berwenang menangani sengketa pers.

Meski sedang ditangani Dewan Pers, Polda Kalsel tetap melanjutkan proses penyelidikan. Penyidik memanggil Diananta melalui surat dengan Nomor B/SA-2/XI/2019/Ditreskrimsus untuk dimintai keterangan oleh penyidik pada Rabu, 26 September 2019.

Masalah sengketa pers ini dinyatakan selesai. Kendati demikian, proses hukum di Polda Kalsel masih berlanjut hingga dilakukan penahanan terhadap Diananta Putra Sumedi di Rutan Polda Kalsel pada 4 Mei 2020.

Pewarta: Novi Abdi
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020