Gratifikasi yang diberikan kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri merupakan akar dari tindak pidana korupsi
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sosialisasi tentang gratifikasi kepada sekitar 70 orang jajaran direksi dan pegawai dari dua perusahaan badan usaha milik negara (BUMN), yaitu PT Boma Bisma Indra (BBI) dan PT Varuna Tirta Prakasya (VTP).

Sosialisasi dilakukan secara daring melalui telekonferensi zoom webinar dalam dua sesi terpisah, di Jakarta, Selasa.

"Dalam sosialisasi tersebut, KPK menyampaikan informasi tentang dasar hukum dan hal-hal teknis terkait gratifikasi lainnya hingga tata cara pelaporan, agar dapat memberikan pemahaman yang utuh," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding melalui keterangannya di Jakarta, Selasa.

Upaya sosialisasi gratifikasi kepada BUMN, lanjut Ipi, juga telah dilakukan KPK sejak lama sebagai bentuk komitmen KPK dalam pengendalian gratifikasi di seluruh instansi di bawah Kementerian BUMN beserta anak perusahaannya.
Baca juga: Pemkab Boyolali keluarkan surat edaran cegah gratifikasi


Selain itu, KPK juga memberikan pemahaman tentang gratifikasi ilegal, perbedaan gratifikasi dengan suap serta apa saja bentuk gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan.

"Uniknya, gratifikasi ilegal memiliki dua dimensi, yaitu pencegahan dan penindakan. Jika penyelenggara negara atau pegawai negeri melaporkan penerimaan gratifikasi dalam 30 hari kerja maka gugur ancaman pidananya," ujar Ipi.

Sebaliknya, kata dia, jika tidak melaporkan kepada KPK dan terbukti menerima maka sanksi pemidanaan sebagaimana Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat diterapkan.

"Perlu dipahami juga bahwa subjek penerima gratifikasi pada umumnya adalah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepegawaian maupun Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)," ujarnya pula.

Namun, ujar Ipi lagi, pegawai yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat merupakan termasuk dalam subjek penerima gratifikasi.

"Karenanya, dia juga terikat pada aturan tentang gratifikasi," kata Ipi.

Dalam sosialisasi tersebut, KPK juga mengingatkan bahwa gratifikasi yang diberikan kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri merupakan akar dari tindak pidana korupsi.

"Karenanya, hal ini harus menjadi kesadaran bagi para penyelenggara negara yang akan menerima sesuatu maupun bagi pihak swasta yang ingin memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara," katanya pula.
Baca juga: KPK terima laporan gratifikasi capai Rp11,9 miliar


Ia menegaskan kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mendukung pembangunan "BUMN Bersih" yang bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme serta untuk mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), khususnya melalui implementasi program pengendalian gratifikasi (PPG).

KPK pun mengharapkan sosialisasi ini menjadi langkah awal sinergi antara kedua unit PPG di dua perusahaan BUMN tersebut dengan KPK, terutama dalam hal peningkatan pemahaman untuk menolak setiap gratifikasi yang terindikasi suap atau melaporkan jika terpaksa menerima.

"KPK juga mendorong optimalisasi pemanfaatan aplikasi pelaporan gratifikasi online (GOL) jika terpaksa menerima. Dengan GOL, melaporkan penerimaan gratifikasi menjadi semakin mudah, dapat dilakukan kapan saja dan dari mana saja," kata Ipi.

Turut hadir dalam dua sesi sosialisasi tersebut, yakni Dirut PT BBI Yoyok Hadi Satriyono dan Direktur Operasional dan Pemasaran PT BBI M Agus Budiyanto beserta jajaran. Sedangkan dari PT VTP, sosialisasi dihadiri Direktur Utama Mochamad Yusuf Danadibrata, Direktur Erwin Satria, dan manajer cabang beserta jajarannya.
Baca juga: KPK panggil empat saksi kasus suap dan gratifikasi Nurhadi

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020