Jakarta (ANTARA) - Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Saeful Bahri dituntut 2,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 6 bulan kurungan karena ikut menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta.

"Agar majelis hakim pengadilan tipikor memutuskan terdakwa Saeful Bahri terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp150 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Takdir Suhan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu.

Baca juga: Saeful Bahri akui laporkan hal etis ke Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

Baca juga: Saeful Bahri: Uang Rp1,5 miliar untuk lobi komisioner-komisioner KPU

Baca juga: Kader PDIP didakwa suap komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp600 juta


Majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) KPK berada di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sedangkan terdakwa Saeful Bahri mengikuti persidangan melalui "video conference" dari gedung KPK.

Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan primair dari pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dalam paparan tuntutannya, JPU KPK mengatakan tujuan pemberian suap adalah agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU menyetujui permohonan Penggantian Antar Waktu (PAW) Partai PDI Perjuangan (PDIP) dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) 1 kepada Harun Masiku.

Awalnya, DPP PDIP memberitahukan kepada KPU pada 11 April 2019 bahwa calon legislatif PDIP dapil Sumsel I atas nama Nazarudin Kiemas meninggal dunia namun nama yang bersangkutan masih tetap tercantum dalam surat suara pemilu.

Pada 21 Mei 2019, KPU melakukan rekapitulasi perolehan suara PDIP dapil Sumsel 1 dengan perolehan suara terbanyak oleh Riezky Aprilia sebanyak 44.402 suara. Di Dapil yang sama, Harun Masiku mendapat suara 5.878.

Namun pada Juli 2019 rapat pleno PDIP memutuskan Harun Masiku sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas dengan alasan meski namanya sudah dicoret tapi Nazaruddin masih mendapat suara sejumlah 34.276.

Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah selaku penasihat hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI.

Harun Masiku lalu meminta Saeful agar Harun dapat menggantikan Riezky Aprilia dengan capa apapun yang kemudian disanggupi Saeful. DPP PDIP mengirimkan surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI pada 5 Agustus 2019 berisi permintaan Nazarudin Kiemas dialihkan suara sahnya kepada Harun Masiku.

Harun Masiku lalu datang ke kantor KPU RI untuk menemui Arief Budiman selaku Ketua KPU RI. Dalam pertemuan itu Harun Masikku menyampaikan kepada Arief Budiman agar permohonan yang secara formal telah disampaikan oleh DPP PDIP melalui surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI tersebut dapat dikabulkan.

Namun KPU membalas surat DPP PDIP itu dengan menyatakan tidak dapat mengakomodir permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Karena KPU tidak mengabulkan permintaan PDIP, maka pada September 2019, Saeful menghubungi Agustiani Tio Fridelina untuk menyampaikan kepada anggota KPU Wahyu Setiawan agar mengupayakan persetujuan KPU mengganti Riezky menjadi Harun Masiku.

Agustiani lalu menyampaikan hal itu kepada Wahyu Setiawan. Saeful juga mengirimkan pesan whatsapp (WA) kepada Agustiani yang diteruskan Wahyu soal surat keputusan DPP PDIP dan Wahyu pun membalas dengan "Siap, mainkan".

Baca juga: Laode: KPK seharusnya bisa tangkap Harun Masiku

Pada saat yang bersamaan, DPP PDIP juga meminta fatwa kepada Mahkamah Agung agar KPU bersedia melaksanakan permintaan DPP PDIP. Meski demikian pada pada 1 Oktober 2019 dilakukan pelantikan terhadap seluruh calon anggota DPR terpilih termasuk Riezky Aprilia.

Pada 5 Desember 2019, Saeful meminta Agustiani menanyakan kepada Wahyu mengenai besaran uang operasional agar KPU dapat menyetujui permintaan Harun Masiku.

Saeful menawarkan uang sejumlah Rp750 juta dengan kalimat kurang lebih 'Tanyain berapa biaya operasionalnya, kalau bisa 750'. Atas permintaan tersebut, Agustiani menyampaikan kepada Wahyu Setiawan melalui pesan iMessage: 'Mas, ops nya 750 cukup mas?' dan dibalas oleh Wahyu Setiawan dengan pesan iMessage: '1000', yang maksudnya uang sebesar Rp1 miliar. Agustiani lalu menyampaikan permintaan Wahyu tersebut kepada Saeful.

Pada hari yang sama Agustiani mengirimkan surat DPP PDIP soal permohonan pelaknsaan fatwa MA kepada Wahyu dengan pesan "Bisa jd dasar utk menghitung kembali perolehan suara Sumsel 1 utk PDI Perjuangan? Atau KPU langsung memutuskan dgn dasar surat DPP saja?" atas pesan tersebut Wahyu membalas: "kita akan upayakan yang optimal".

Saeful bersama Donny Tri Istiqomah lalu menemui Harun Masiku di Restoran di Hotel Grand Hyatt Jakarta pada 13 Desember 2019 dan disepakati biaya operasional untuk Wahyu adalah sebesar Rp1,5 miliar dengan harapan Harun dapat dilantik sebagai anggota DPR pada Januari.

Uang diserahkan pada 17 Desember 2019 dari Harun Masiku kepada Saeful sebesar Rp400 juta. Selanjutnya ditukarkan menjadi 20 ribu dolar Singapura untuk diberikan kepada Wahyu sebagai "down payment". Uang diberikan melalui Agustiani sedangkan sisa uang dari Harun dibagi rata Saeful dan Donny masing-masing Rp100 juta.

Saeful lalu bertemu Wahyu dan Agustiani di satu restoran di Mall Pejaten Village. Saeful kembali meminta Wahyu untuk membantunya dan dijawab "Iya saya upayakan". Selanjutnya Agustiani menyerahkan uang sejumlah 19 ribu dolar Singapura dengan mengatakan "Mas ini ada dana operasional". Wahyu hanya menerima 15 ribu dolar Singapura dan sisanya untuk Agustiani.

Pada 26 Desember 2019, Harun lalu meminta Saeful mengambil uang Rp850 juta dari Patrick Gerard Masako. Uang itu digunakan untuk operasional Saeful sejumlah Rp230 juta, untuk Donny Tri Istiqomah sebesar Rp170 juga dan kepada Agustiani Tio sejumlah Rp50 juta sedangkan sisanya Rp400 juta ditukarkan menjadi 38.350 dolar Singapura untuk DP kedua kepada Wahyu Setiawan.

Saeful menyerahkan 38.350 dolar Singapura kepada Agustiani pada hari yang sama. Lalu Agustiani melaporkan penerimaan uang kepada Wahyu dan Wahyu meminta agar uang tetap disimpan Agustiani.

Pada 6 Januari 2020, Wahyu Setiawan bersama dengan anggota KPU Hasyim Asyari bertemu dengan Agustiani Tio di kantor KPU. Dalam pertemuan itu dibahas mengenai prosedur atau mekanisme PAW Anggota DPR RI dari PDIP Riezly Aprlia digantikan Harun Masiku. Karena Riezky telah dilantik maka mekanisme penggantiannya harus melalui PAW yang diajukan pimpinan DPR kepada KPU, bukan diajukan DPP PDIP.

KPU lalu mengirim surat kepada DPP PDIP yang intinya menyatakan bahwa KPU tidak dapat memenuhi permohonan PAW atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku karena tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada 8 Januari 2020, Wahyu Setiawan menghubungi Agustiani agar mentransfer sebagian uang yang diterima dari Saeful yaitu sejumlah Rp50 juta ke rekening BNI atas nama Wahyu. Namun sebelum uang ditransfer, Agustiani dan Wahyu diamankan petugas KPK dengan menyita 38.350 dolar Singapura.

"Dengan demikian jumlah uang yang diberikan terdakwa Saeful Bahri seluruhnya adalah sebesar Rp600 juta yang semuanya bersumber dari Harun Masiku selaku penyedia dana. Adapun uang tersebut merupakan Down Payment (DP) atau realisasi dari 'janji' pemberian uang yang telah disepakati sebelumnya dengan nilai sebesar Rp1 miliar sebagaimana permintaan Wahyu Setiawan," ungkap jaksa.

Baca juga: Hasto Kristiyanto respon "OK Sip" untuk laporan pertemuan Harun Masiku

Baca juga: Hasto akui tegur Saeful karena minta uang ke Harun Masiku

Baca juga: Saksi sebut Wahyu Setiawan pernah menemui Hasto Kristiyanto

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020