Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi jaksa Sri Astuti terkait gugatan perdata PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa.

KPK, Selasa, memeriksa Sri sebagai saksi untuk tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011-2016.

"Penyidik mengonfirmasi saksi seputar tugas yang bersangkutan yang saat itu selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang diminta oleh BUMN dalam hal ini PT KBN untuk menjadi kuasa dalam gugatan perdata PT MIT di PN Jakarta Utara," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Selasa.

Baca juga: KPK panggil seorang jaksa terkait kasus suap Nurhadi

Keterangan saksi Sri, kata dia, membantu penyidik KPK untuk menguatkan pembuktian dugaan korupsi yang dilakukan tersangka Nurhadi.

Selain Nurhadi, KPK telah menetapkan dua tersangka lainnya dalam kasus itu, yakni Rezky Herbiyono (RHE) swasta atau menantu Nurhadi dan Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto (HS).

Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Baca juga: KPK kembali panggil pengacara Hertanto saksi untuk tersangka Nurhadi

Penerimaan tersebut terkait pertama, perkara perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) (Persero) pada 2010.

Pada awal 2015, tersangka Rezky menerima 9 lembar cek atas nama PT MIT dari tersangka Hiendra untuk mengurus perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi No: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN (Persero) dan dalam proses hukum dan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh PN Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.

Untuk membiayai pengurusan perkara tersebut tersangka Rezky menjaminkan 8 lembar cek dari PT MIT dan 3 lembar cek milik Rezky untuk mendapatkan uang dengan nilai Rp14 miliar.

Baca juga: KPK: Bukti pembelian apartemen keluarga Nurhadi sebagai tambahan data

Namun, kemudian PT MIT kalah dan karena pengurusan perkara tersebut gagal maka tersangka Hiendra meminta kembali 9 lembar cek yang pernah diberikan tersebut.

Perkara kedua adalah pengurusan perkara perdata sengketa saham di PT MIT.

Pada 2015 Hiendra digugat atas kepemilikan saham PT MIT. Perkara perdata ini dimenangkan oleh Hiendra mulai dari tingkat pertama dan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Januari 2016.

Baca juga: KPK panggil notaris dan wiraswasta kasus suap Nurhadi

Pada periode Juli 2015-Januari 2016 atau ketika perkara gugatan perdata antara Hiendra dan Azhar Umar sedang disidangkan di PN Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, diduga terdapat pemberian uang dari tersangka Hiendra kepada Nurhadi melalui tersangka Rezky sejumlah total Rp33,1 miliar.

Transaksi tersebut dilakukan dalam 45 kali transaksi. Pemecahan transaksi tersebut diduga sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan karena nilai transaksi yang begitu besar. Beberapa kali transaksi juga dilakukan melalui rekening staf Rezky.

Tujuan pemberian tersebut adalah untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata terkait kepemilikan saham PT MIT.

Sedangkan perkara ketiga adalah penerimaan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan.

Tersangka Nurhadi melalui Rezky dalam rentang Oktober 2014-Agustus 2016 juga diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp12,9 miliar terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian.

Penerimaan-penerimaan tersebut, tidak pernah dilaporkan oleh Nurhadi kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020