London (ANTARA) - Para pekerja di panti werdha Luff House yang ada di dusun Frinton-On-Sea merasa panik karena ada seorang nenek penghuni panti jompo mengalami panas dan batuk-batuk dan si nenek pun siap-siap akan diisolasi. Namun, setelah diperiksa oleh perawat, ternyata nenek itu hanya mengalami flu biasa. Akhirnya, semua pun kembali tenang.

Bagaimana tidak sempat panik, mengingat sebagian besar penghuni panti werdha yang dikenal dengan nama Nurshing Home milik lembaga Pilgrims Friend Society adalah orang tua, nenek-nenek dan kakek-kakek yang berusia di atas 70 tahun yang sangat rentan terpapar virus corona.

Kepanikan tidak saja terjadi di panti werdha tapi juga di supermarket dimana masyarakat Inggris memborong makanan kaleng dan tisu kamar mandi, dan supermarket pun membuat pengumuman bahwa setiap pengunjung hanya boleh membeli sebanyak dua paket setiap jenis makanan maupun tisu.

“Tadi pagi sebelum kerja saya sempat membeli dua pak toilet tissue sebelum stoknya habis dan setiap konsumer hanya boleh membeli dua pak,” ujar Rosie James Robert, rekan kerja saya.

Sekolah pun mulai hari Jumat ditutup dan anak- anak diminta belajar di rumah, sehingga membuat orang tua tentunya kewalahan. Maklum jam sekolah di Inggris dimulai pukul 8 pagi hingga pukul tiga siang dan anak-anak mendapat makan siang di sekolah. Mulai minggu depan anak-anak harus belajar di rumah,” ujar Wati Halesworth , ibu dua putra yang masih duduk di bangku sekolah dasar di Colchester, propinsi Essex.

Perempuan Indonesia yang menikah dengan pria Inggris Steve Halesworth itu mengatakan bahwa anak-anak diliburkan selama dua bulan. Sepertinya keputusan PM Inggris Boris Johnson dikeluarkan setelah adanya tekanan dari berbagi pihak.

Boris Johnson pun mengisyaratkan bahwa London menghadapi karantina wilayah (‘lockdown’) di tengah kekhawatiran wabah COVID-19 di jantung ibu kota Inggris. Diperkirakan situasi di Inggris akan pulih dalam 12 minggu.

Tampaknya Inggris dan Indonesia sedikit agak berhati-hati dalam membuat keputusan lockdown, tentunya dengan banyak pertimbangan dari berbagai segi termasuk ekonomi.

Dosen senion di bidang Kesehatan Masyarakat di Universitas Derby, Inggris, Dono Widiatmoko kepada Antara London, Sabtu menyebutkan COVID-19 sudah menjadi bencana global. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak tanggal 11 Maret 2020 telah mendeklarasikan penyakit COVID-19 sebagai pandemi, ujar pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia itu.

Penyakit ini disebabkan oleh virus SARS-COV-2, yang awamnya disebut penyakit Corona. Bermula dari tingginya kasus pneumonia yang dilaporkan di Wuhan, China pada akhir Desember 2019 yang lalu, penyakit ini sudah menyebar ke berbagai penjuru di dunia.

Saat ini penyakit ini sudah berstatus pandemi, yaitu tersebarnya penyakit baru ini ke hampir seluruh negara di dunia.

Dalam konferensi persnya Jumat, Perdana Menteri Boris Johnson menginstruksikan penutupan tempat pertemuan, hiburan, cafe, resto, pub, museum, klub sosial dan institusi pendidikan serta dianjurkan untuk isolasi diri bagi yang punya gejala terjangkit virus corona dan mereka yang pernah berinteraksi dengan korban.

Pemerintah akan memberikan bantuan keuangan inansial kepada pebisnis yang mengalami kerugian, karyawan yang kehilangan pendapatan, mereka yang sakit dan dirumahkan. Jika meminjam uang di Bank, bunganya hampir nol persen.

Rita Cowderay, pemilik travel biro di Inggris mengatakan Pemerintah Inggris sangat bertanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan rakyatnya lebih lagi di masa yang sulit ini, karena kesejahteraan rakyat adalah penting bagi kelanjutan ekonomi yang diyakini segera pulih meskipun dalam waktu yang tidak singkat.

Simon Longbottom, CEO an pemilik rumah minum yang dikenal dengan Pub, tempat warga Inggris bersosialisasi, mengatakan dirinya memantau situasi akibat virus corona setiap hari dan mengikuti saran dari Kesehatan Masyarakat Inggris. "Pemerintah memastikan pelanggan kami tetap aman," ujarnya.

"Mengingat pengumuman hari ini tentang penutupan wajib pub, klub dan bar untuk jangka waktu tertentu, kami menyesal memberi tahu Anda bahwa kami akan menutup pintu untuk jangka waktu yang belum tahu mulai malam ini," ujar Simon Longbottom dalam emailnya.

PM Boris Jonhson tidak menyangkal pemerintah sedang mempersiapkan pembatasan baru untuk ibukota setelah korban tewas di seluruh negeri meningkat menjadi 104 - naik 33 dalam satu hari.

Sementara Walikota London Sadiq Khan mengatakan: "Orang tidak boleh bepergian, dengan cara apa pun, kecuali mereka benar-benar harus melakukannya. Orang London harus menghindari interaksi sosial kecuali benar-benar diperlukan, dan itu berarti mereka harus menghindari menggunakan jaringan transportasi kecuali benar-benar diperlukan."

Akibatnya sudah sejak seminggu Nani Mark yang bekerja di penerbitan jurnal kesehatan harus bekerja dari rumah yang dikenal dengan istilah Work From Home (WFH). Bahkan Kedutaan Indonesia di London pun menerapkan WFH secara sebagian.

Pensosbud KBRI London, Okky Diane Palma kepada Antara London, mengatakan ada kebijakan work from home (WFH) bagi seluruh karyawan, dan dijadwalkan masuk kantor seperti biasa bergiliran untuk mengurangi interaksi langsung. “Para diplomat dan non diplomat akan menjalani sistem rotasi kerja di kantor dan di rumah, jadi working from homenya partially," ujarnya.

Tidak saja KBRI London tapi juga perwakilan Indonesia di seluruh Eropa yang menerapkan sistem kerja dari rumah ini, meskipun pelayanan konsuler tetap berjalan seperti biasa, hanya saja waktunya dibatasi.

Kantor Kedutaan Indonesia (KBRI) di Berlin tetap buka seperti biasa dan akan terus mengupdate situasi wabah COVID-19 di wilayah Jerman, serta perkembangan situasi terkini, dan hal-hal yang perlu diantisipasi WNI yang berada di Wilayah Jerman.

Pensosbud KBRI Berlin, Hannan Hadi kepada Antara London, menyebutkan KBRI Berlin hingga saat ini masih buka sesuai jam kantor di tengah-tengah merebaknya virus corona.

Duta Besar RI untuk Polandia, Siti Nugraha Mauludiah mengatakan KBRI Warsawa akan tetap memberikan perlindungan dan layanan bagi WNI yang berada di Polandia sehingga masyarakat Indonesia di Polandia tidak perlu panik.

Hal ini disampaikan sehubungan dengan kebijaksanaan pemerintah Polandia memberlakukan larangan sementara bagi orang asing untuk memasuki wilayah Polandia.

Kekhawatiran tentang penyebaran virus corona di seluruh dunia terus berkembang dan meningkat.

Kota-kota besar lainnya seperti Paris dan Brussels telah memberlakukan karantina wilayah serupa - dengan angkutan umum beroperasi terbatas, dan toko-toko hanya buka untuk pasokan penting.

Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon, yang berada di pertemuan komite darurat Cobra menyarankan sebelumnya bahwa dia mengharapkan langkah-langkah yang lebih 'ketat' untuk ibukota.

Dalam langkah luar biasa lainnya yang mengingatkan pada masa perang, PM juga mengkonfirmasi semua sekolah akan ditutup mulai hari Jumat. Langkah ini menandai perubahan dramatis setelah Johnson berusaha mati-matian untuk menghindari penutupan selama berhari-hari, meskipun banyak negara Eropa lainnya mengambil tindakan semacam itu.

Setelah tekanan kuat selama berhari-hari, PM mengatakan jumlah tes yang dilakukan per hari akan meningkat dari level saat ini sekitar 5.000 menjadi 25.000, dan staf NHS akan diprioritaskan. Namun, 'kapasitas lonjakan' penuh mungkin tidak siap untuk empat minggu lagi - pada saat krisis mematikan bisa mencapai puncaknya. Para ekonom di Inggris memperingatkan bahwa ekonomi Inggris dapat menyusut hingga seperlima dan satu juta orang dapat kehilangan pekerjaan karena tindakan 'sosial distancing' diberlakukan;

Pound telah jatuh ke level terendah terhadap dolar AS sejak tahun 1985, dalam apa yang tampaknya menjadi keputusan yang memberatkan tindakan pemerintah.

Perkembangan terjadi ketika angka kematian di Inggris melonjak sekitar sepertiga menjadi 104. Jumlah orang didiagnosis positif mencapai 2.626, naik dari 1.950 kemarin. Sebanyak 56.221 orang sekarang telah diuji.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa 219,00 kasus telah terdeteksi secara global, dengan lebih dari 8.000 orang meninggal.

 

Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020