Jakarta (ANTARA) - Tepat pada peringatan Hari Air Sedunia kali ini pandemi COVID-19 yang mengharuskan setiap orang sering mencuci tangan dengan sabun semakin menunjukkan air bersih krusial bagi kehidupan di Bumi.

Direktur Eksekutif Pusat Keanekaragaman Hayati ASEAN (ASEAN Center for Biodiversity/ACB) Dr Theresa Mundita S Lim dalam keterangan resminya diterima di Jakarta, Minggu, mengatakan air mendukung keberlangsungan semua kehidupan di Planet Bumi.

Terlebih pada masa pandemi COVID-19, kata dia, ketika mencuci tangan dan menjaga kebersihan dengan air bersih terbukti menjadi pertahanan terbaik manusia terhadap penyakit.

Meski demikian, berdasarkan data Dana Anak-anak PBB (UNICEF) dan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), akses ke air bersih tetap menjadi persoalan global dengan 2,2 miliar orang memiliki keterbatasan akses untuk mendapatkan air minum yang dikelola secara aman, sementara tiga miliar lainnya tidak memiliki fasilitas cuci tangan dasar.

“Hari ini, karena ASEAN Center for Biodiversity bergabung dengan komunitas internasional merayakan Hari Air Sedunia dengan fokus pada bagaimana air dapat membantu memitigasi dampak perubahan iklim, kami mengambil kesempatan ini untuk menekankan hubungan keanekaragaman hayati dan air yang tak terpisahkan,” kata Lim.

Perairan darat, seperti danau, sungai, waduk atau embung, aliran, air tanah, mata air, dan lahan basah, menyuplai air untuk area irigasi pertanian di wilayah ASEAN. Sektor pertanian saja mengkonsumsi 85,5 persen dari total air pengambilan air di wilayah tersebut.

Lalu diikuti oleh sektor industri sebanyak 7,8 persen dan sektor domestik 6,6 persen, berdasarkan data Progam Lingkungan PBB (UNEP).

Dalam masa krisis iklim saat ini, ia mengatakan sangat penting melestarikan perairan darat, yang diketahui menyerap dan melepaskan karbon tetap di biosfer dan melindungi masyarakat dari peristiwa cuaca ekstrem, berkontribusi pada pendekatan berbasis ekosistem untuk adaptasi perubahan iklim.

Sementara sumber daya air tawar yang melimpah di kawasan ini beruntung mendapatkan 9,5 persen pasokan dari total curah hujan global, namun pada saat yang sama ketersediaannya sebagian besar dipengaruhi oleh perubahan musim dan kenaikan suhu global.

Peningkatan kebutuhan air untuk penggunaan pertanian, industri, dan domestik dari populasi ASEAN yang terus bertambah, menurut Lim, juga menimbulkan ancaman bagi perairan darat kawasan tersebut, yang pada dasarnya membahayakan pasokan air.

Ia mengatakan melestarikan keanekaragaman hayati dilakukan demi kepentingan semua orang. Pendekatan holistik, multidisipliner dan multi-sektoral adalah kunci untuk memperkuat undang-undang dan kebijakan yang ada untuk mengatur pengelolaan dan penggunaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.

“Di bawah keadaan yang sangat sulit ini sehubungan dengan pandemi COVID-19, semoga kita sepenuhnya menghargai nilai-nilai jasa ekosistem yang disediakan perairan darat. Pada akhirnya, seluruh masyarakat berdiri untuk memperoleh manfaat dari melestarikan dan memulihkan ekosistem ini,” ujar dia.

Higienis

Sementara itu, pada Hari Air Sedunia yang jatuh pada 22 Maret ini, WHO mengingatkan bahwa fasilitas kesehatan sangat membutuhkan air bersih, sanitasi dan service yang higienis untuk membatasi penyabaran COVID-19 dan mencegah penyebaran wabah penyakit di masa depan.

Cuci tangan dengan sabun adalah kunci untuk mencegah penyebaran COVID-19, namun dua dari lima fasilitas kesehatan secara global tidak memiliki sabun dan air bersih atau hand sanitizer berbasis alkohol untuk perawatan.

Tidak ada lagi tempat paling krusial dari pada fasilitas kesehatan saat melawan sebuah pandemi seperti COVID-19. Fasilitas kesehatan harus mampu menjaga tetap higienis untuk menyetop infeksi lebih lanjut, kata WHO dalam cuitannya di akun resmi Twitternya.

Baca juga: USAID-pemerintah gaungkan menabung air jelang Hari Air Sedunia
 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2020