Kalau memang terbukti bisa tahan lebih setahun, kita akan coba jajaki kemungkinan itu
Padang (ANTARA) - Firman (42) menyuap nasi pembagian dari dapur umum di Desa Genting, Kecamatan Bang Haji, Kabupaten Bengkulu Tengah itu dengan agak lebih cepat dari biasa. Mungkin karena menu hari itu istimewa, berbeda dari biasanya.

Lima hari di pengungsian akibat banjir yang melanda provinsi itu sejak 27 April 2019, menu "wajib" adalah mie instan dan telur. Yah, makanan khas di pengungsian. Sesekali makan mie, rasanya memang lezat juga. Tapi kalau hampir tiap hari?

Firman sungguh tidak ingin mengeluh. Ia sangat paham kondisinya. Ia pengungsi. Rumah dan segala isinya tidak bisa digunakan lagi karena disapu banjir. Hanya pakaian yang melekat di badan saja saat ini harta yang ia dan keluarganya miliki.

Karena itu, bantuan yang datang dari pemerintah sudah sangat disyukurinya. Makanan gratis dengan menu mie instan dan telur itu sudah sangat berlebihan rasanya.

Tetapi kadang, meski di pengungsian, ia ingin pula agak sekali-dua merasakan menu yang berbeda. Menu yang menggugah selera. Menu yang bisa membuatnya sejenak bisa lupa sedang berada di pengungsian.

Dan tiba-tiba keinginan itu terkabul hari itu. Rendang. Ya. menu hari itu adalah rendang. Makanan khas Minang yang pernah dinobatkan jadi makanan terenak di dunia versi CNN itu. Wanginya sudah menggoda sejak sampai di dapur umum tengah hari itu.

Maka wajar saja jika ia bisa begitu menikmati setiap suapannya. Wajar saja ia bisa sekejap memejamkan mata dan melupakan "statusnya" sebagai pengungsi korban bencana.

Rendang itu adalah kiriman dari masyarakat dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk saudara sebangsa di Bengkulu yang dilanda musibah banjir. Mereka menyumbang serba sedikit hingga terkumpul satu ton rendang, kemudian dikirimkan ke daerah bencana.

Rendang itu, meski tidak akan mungkin bisa dibagi untuk seluruh pengungsi, setidaknya bisa sedikit membantu meringankan beban di tenda pengungsian.

Bengkulu bukan daerah bencana pertama yang pernah dikirimi bantuan satu ton rendang dari Padang. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar mencatat bantuan serupa juga pernah dikirimkan untuk daerah terdampak bencana lain seperti gempa Aceh 2016, tsunami Banten hingga Palu-Donggala pada 2018.

Pengiriman rendang dari Sumbar untuk daerah terdampak bencana mungkin sudah pernah dilakukan sejak jauh hari. Tetapi sebagai sebuah gerakan yang selalu dilakukan setiap kali ada bencana besar melanda Indonesia diinisiasi Gubernur Sumbar Irwan Prayitno sejak 2016.

Sejak itu, rendang seolah telah menjadi sebuah simbol untuk rasa simpati masyarakat Minang terhadap saudara sebangsa yang terkena bencana.

Satu ton rendang itu akan dikemas dengan bungkusan setengah kilogram agar lebih mudah dibagikan pada pengungsi. Secara matematis, satu ton itu bisa menjadi dua ribu bungkus rendang yang dikirimkan ke daerah bencana.

Secara sosiologis, jumlah itu mungkin telah lebih dari cukup untuk menunjukkan rasa simpati. Tetapi merujuk pada kebutuhan, dua ribu bungkus rendang itu masih jauh dari kata cukup.

Untuk banjir Bengkulu saja misalnya ada sekitar 12 ribu pengungsi. Artinya hanya sedikit sekali pengungsi yang dapat dibantu. Itupun hanya untuk dua atau tiga kali makan atau satu hari saja.

Baca juga: Payakumbuh berupaya jadi distributor rendang bekal jamaah haji

Rendang jadi cadangan logistik BNPB

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Erman Rahman menyebutkan salah satu syarat yang harus bisa dipenuhi untuk bisa jadi cadangan logistik kebencanaan adalah masa kedaluwarsa harus lebih dari satu tahun. Hal itu disebabkan persediaan harus diperbaharui setahun sekali.

Menurutnya jika dengan teknologi rendang memang bisa diperpanjang masa kedaluwarsanya hingga lebih dari satu tahun, akan sangat mungkin untuk bisa diusulkan menjadi cadangan logistik untuk kebencanaan.

"Kalau memang terbukti bisa tahan lebih setahun, kita akan coba jajaki kemungkinan itu," ujarnya.

Jika rendang punya "kedudukan" sama dengan mie instan sebagai cadangan logistik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Penanggulangan Bencana di seluruh daerah di Indonesia, tentu setiap kali terjadi bencana, kuliner khas itu akan di drob untuk pengungsi.

Maka di tenda pengungsian, orang-orang yang harus meninggalkan rumah karena bencana akan tetap bisa mendapatkan asupan makanan yang baik. Setidaknya, itu bisa sedikit mengurangi beban psikologis mereka.

Ide rendang menjadi cadangan logistik itu muncul dari kota kecil Payakumbuh, sekitar 120 kilometer sebelah utara Kota Padang, ibu kota Provinsi Sumbar. Datang dari seorang anak muda yang dipercaya menjadi Wakil Wali Kota Payakumbuh periode 2017-2022, Erwin Yunaz.
Wakil Wali Kota Payakumbuh Erwin Yunaz menjadi salah satu tokoh yang mendorong pengolahan rendang dengan teknologi. (ANTARA/Ist)

Rendang adalah kuliner khas Minangkabau. Maka 19 kabupaten dan kota di Sumbar memiliki keunikan sendiri dalam mengolah kuliner tersebut. Namun, dari 19 daerah itu hanya satu yang punya "Kampung Rendang" yaitu Payakumbuh.

Sejak 2017, Pemkot Payakumbuh mengumpulkan puluhan usaha rendang ternama di kota kecil itu pada satu lokasi yang kemudian dinamakan "Kampung Rendang". Ada sekitar 30 varian rendang unik yang bisa didapatkan di situ.

Varian itu diantaranya rendang telur, daging sapi, suir daging, paru, ayam, suir ayam, ubi, suir itik, jamur basah, jamur kering, jamur kriuk, jengkol, jantung pisang, dan daun singkong.

Varian lainnya adalah rendang belut, ikan tuna, daun-daun, pare, pakis/ paku, lokan, cubadak, daging tumbuk, paru basah, jamur kurma, jagung, ikan lele, ikan nila, ikan gabus/ haruan, maco, dan udang.

Namun dari puluhan itu ada delapan jenis yang benar-benar eksis dan bisa didapatkan setiap hari di "Kampung Rendang" yaitu rendang daging sapi, telur, paru, tumbuak daging, suir (ayam dan daging sapi), jamur, dan belut.

Tidak hanya mengumpulkan usaha dalam satu tempat, Pemkot Payakumbuh juga membantu dalam hal teknologi pengolahan, packaging hingga pasar digital.

Sekarang dalam satu hari, kapasitas produksi rendang dengan teknologi dan kemasan yang modern sekitar 10 ton per hari. Sementara untuk kemasan Erwin memastikan teknologi yang ada saat ini bisa memperpanjang masa kedaluwarsa rendang dari awalnya hanya 1-2 bulan menjadi 1-2 tahun. Itu melebihi syarat sebagai cadangan logistik BNPB yang harus selalu diperbaharui setiap satu tahun.

Jangan dibayangkan kemasan rendang itu seperti puluhan tahun lalu: masuk plastik lalu ujungnya diikat dengan karet gelang. Lalu saat pengiriman, minyaknya akan luber meleleh.

Sekarang pengemasan rendang sudah sangat modern. Kemasan kedap udara (vakum packed) adalah salah satu bentuknya. Dengan kemasan jenis itu dijamin tidak ada kebocoran yang terjadi juga relatif lebih mudah disimpan dan didistribusikan.

Erwin yang sebelum menjadi Wakil Wali Kota Payakumbuh sudah malang melintang di dunia usaha yang fokus pada bidang pengemasan (packaging) itu menyebut saat mendalami ilmu tentang "Packaging and Technology" di Ohio, Amerika Serikat pada 2003, ia juga belajar tentang pengemasan makanan dengan standar militer AS sehingga untuk pengemasan, ia menjamin tidak akan ada persoalan.

Baca juga: Payakumbuh siap ekspor 480 ton bumbu rendang ke Arab Saudi


Latar belakang ekonomi

Ide menjadi rendang sebagai cadangan logistik itu selain memiliki latar belakang sosial, juga berlatar belakang ekonomi. Dengan jumlah produksi rendang di Payakumbuh yang terbilang cukup tinggi itu, pemasaran akan menjadi persoalan tersendiri. Tidak semua produk bisa langsung laku di pasar.

Kebutuhan lokal Payakumbuh atau Sumbar juga tidak setinggi itu, apalagi hampir semua kabupaten dan kota punya UMKM rendang yang bisa memenuhi kebutuhan lokal sendiri.

Pasar ekspor menjadi salah satu solusi dan Pemkot Payakumbuh telah merintis itu. Rendang produksi UMKM Payakumbuh juga diupayakan bisa menjadi kuliner bagi jamaah haji Indonesia yang setiap tahun sekitar 250. 000 orang.

Namun, pasar utama menurut Erwin sebenarnya bukan ekspor tetapi pasar dalam negeri. Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 jumlah penduduk Indonesia pada 2020 sebanyak 269,6 juta jiwa. Itu adalah pasar raksasa yang hanya bisa disaingi oleh China dan India.

"Ekspor tentu saja penting. Tetapi kita sebenarnya punya pasar ketiga terbesar di dunia. Mengapa tidak dimanfaatkan?" katanya.

Menjadikan rendang sebagai cadangan logistik bencana secara nasional memiliki dua keuntungan secara sosial dan ekonomi. Pertama secara sosial, pengungsi akan bisa mendapatkan asupan makanan yang baik, lalu secara ekonomi, itu akan membuka "pasar" yang baru untuk produk rendang. Secara tidak langsung juga menjadi langkah promosi untuk menjangkau pasar nasional yang sangat besar.

Maka, UMKM berkembang pesat, roda perekonomian bergerak dan kesejahteraan masyarakat juga meningkat.

Erwin berharap, ide itu bisa benar-benar terlaksana ke depan hingga semua pihak bisa terbantu, karena entah siang, entah malam atau di di subuh buta. Saat bencana datang tiba-tiba, korban bisa saja berjatuhan. Bangunan porak poranda. Pengungsi dimana-mana.

Ia berharap rendang Payakumbuh bisa berperan, sedikit meringankan beban saudara-saudara terkena musibah di berbagai daerah di Indonesia.

Baca juga: Warga Sumatera Barat akan kirim rendang untuk korban tsunami

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020