Koordinator Divisi Hukum, Humas, Data dan Informasi Bawaslu Kepri Indrawan Susilo Prabowoadi, di Tanjungpinang, Jumat, menjelaskan objek permohonan uji materi tersebut mulai dari pasal 134 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan pasal 143 ayat (2) UU Pilka
Tanjungpinang (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Karimun mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi atas beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) terhadap UUD 1945.

Koordinator Divisi Hukum, Humas, Data dan Informasi Bawaslu Kepri Indrawan Susilo Prabowoadi, di Tanjungpinang, Jumat, menjelaskan objek permohonan uji materi tersebut mulai dari pasal 134 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan pasal 143 ayat (2) UU Pilkada.

Adapun yang menjadi uji materi permohonan tersebut adalah pasal 1 ayat (2), ayat (3), pasal 18 ayat (4), dan pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Dalam uji materi tersebut, Indrawan sebagai pihak yang menjadi pemohon II, sementara Ketua dan anggota Bawaslu Kabupaten Karimun masing-masing Tiuridah Silitonga, Nurhidayat, dan Mohammad Fadli yang secara berurutan sebagai Pemohon I, III, dan IV.

"Kami berharap Mahkamah Konstitusi yang berfungsi sebagai 'The Guardian of Constitution' dapat mengabulkan permohonan pemohon terkait dengan frasa 'hari' dalam pasal 143 ayat (2) yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (conditionally unconstitutional) sepanjang tidak dimaknai hari kerja," ujarnya.
Baca juga: Perludem optimistis MK terima uji materi Undang-Undang Pilkada

Indrawan menambahkan persoalan senada juga terhadap pasal 134 ayat (5) berkaitan dengan hari penanganan pelanggaran sebagaimana frasa "paling lama 3 hari". Pemohon menganggap hal ini bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (conditionally unconstitutional) sepanjang tidak dimaknai "paling lama 7 hari kerja" dengan tambahan waktu "paling lama 7 hari kerja" (vide pasal 134 ayat (6) UU Pilkada) sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam permohonan tersebut, pemohon berkeyakinan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan dalam permohonan uji materi ini dan pemohon memiliki kedudukan hukum atau legal standing dan mengalami kerugian konstitusional terhadap pasal yang diuji oleh pemohon.

Pemohon berharap, permohonan tersebut bisa dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi agar dapat memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum terhadap penanganan pelanggaran dan sengketa proses pemilihan yang apabila kata
"hari" yang dimaksud dalam ketentuan pasal-pasal tersebut adalah "hari kalender" yang harus dimaknai sebagai "hari kerja" dan sebagaimana dalam
UU Nomor 7 Tahun 2017 hari penanganan pelanggaran paling lama 7 hari kerja setelah temuan atau laporan diterima dan diregistrasi.

"Ikhtiar ini untuk memberikan kepastian dan perlakuan yang sama terhadap 'hari' yang dimaknai sebagai hari kerja baik pada pemilu maupun pilkada, sehingga perlakuan dalam pemilu dan pilkada tidak ada perbedaan terhadap penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa proses," ujarnya pula.
Baca juga: 4 politisi muda gugat syarat usia kepala daerah ke MK

Indrawan mengatakan bahwa uji materi ini berharap dapat menjadi perhatian dari Mahkamah Konstitusi, sehingga dapat mempercepat persidangan dikarenakan menyangkut kepentingan publik dan tahapan yang sedang berjalan.

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020