Jakarta (ANTARA) - Sebanyak tujuh pengadilan negeri dari seluruh pengadilan tingkat pertama di Indonesia menerapkan sistem manajemen antipenyuapan (SMAP) sesuai dengan standar internasional.

"Sistem ini dirancang bagi pengadilan untuk menaati peraturan perundang-undangan dengan kemampuan mencegah, mendeteksi, dan menangani tindak pidana suap," kata Ketua Mahkamah Agung Mohammad Hatta Ali dalam laporan tahunan di Jakarta, Rabu.

Tujuh pengadilan yang memenuhi 43 klausul kriteria SMAP adalah PN Kelas 1 A Khusus Jakarta Pusat dan Makassar, PN Kelas 1 A Yogyakarta, Denpasar, dan Padang serta PN Kelas 1 B Ternate dan Pangkal Pinang.

Hatta Ali mengatakan bahwa pengawasan dan pembinaan merupakan elemen kunci dalam menjaga kewibawaan, harkat, dan martabat lembaga peradilan.

Untuk itu, Mahkamah Agung memandang perlu diciptakan iklim untuk meminimalisasi segala bentuk pelanggaran secara berkesinambungan, baik secara mandiri maupun dengan dukungan pihak eksternal.

Baca juga: Ombudsman dukung aturan MA soal larangan rekam persidangan

Baca juga: MA sebut larangan rekam persidangan untuk jaga ketertiban


Secara terpisah, Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro mengatakan bahwa evaluasi serta pembinaan terhadap hakim yang melakukan pelanggaran.

"Harus berani ditindak supaya dengan pengawasan lebih dipercaya oleh publik. Kalau dibiarkan, masyarakat tidak percaya kami dalam menangani perkara," katanya.

Selama 2019, dari sebanyak 2.952 pengaduan, yang selesai diproses sejumlah 1.956 pengaduan. Dari jumlah itu, 996 pengaduan masih dalam penyelesaian.

Setelah pemeriksaan, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman disiplin terhadap 179 orang hakim, hakim ad hoc, dan aparatur peradilan lainnya.

Selain itu, sidang majelis kehormatan hakim dilakukan Mahkamah Agung bersama Komisi Yudisial terhadap empat orang hakim yang terbukti melakukan pelanggaran dan dijatuhi hukuman disiplin berat.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020