Di undang-undang yang baru kan jelas itu kalau dalam 2 tahun penyelidikan itu belum cukup alat bukti, KPK boleh atau dapat menghentikan penyelidikan
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menegaskan bahwa proses penghentian 36 perkara dugaan korupsi di tingkat penyelidikan telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.

"Sebetulnya penghentian penyelidikan itu di UU KPK juga sudah mengatur, pasal 44 ini saya bacakan 'Karena penyelidik tidak menemukan bukti permulaan yang cukup, sebagaimana dimaksud ayat satu penyelidik melaporkan kepada KPK dan KPK menghentikan penyelidikan'. Jadi jelas, itu di undang-undang KPK lama," ujar Alex dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat.

Alex mengatakan penghentian penyelidikan terhadap 36 perkara tersebut bukan berdasarkan keputusan sepihak dari pimpinan KPK, melainkan telah melalui proses evaluasi terlebih dahulu dengan penyelidik dan juga deputi penindakan KPK.

"Penyelidik yang menelaah, yang melakukan penyelidikan. Dia yang tahu, apakah sudah cukup bukti atau belum untuk di lakukan ekspose, untuk ditindaklanjuti di proses penyidikan. mereka yang evaluasi, evaluasi itu disampaikan ke deputi penindakan," ujar dia.

Baca juga: KPK analisa rencana penghentian sejumlah perkara korupsi

Alex melanjutkan "Kemudian diusulkan ke Pimpinan, Pimpinan membaca, ada laporannya? ada. kendalanya di mana? permasalahan dimana? kenapa harus itu penyelidikannya harus dihentikan? Ada itu semuanya."

Nantinya, Pimpinan KPK akan menentukan apakah perkara tersebut disetujui untuk dihentikan, atau tetap dilanjutkan melalui mekanisme penyelidikan terbuka.

Penghentian perkara-perkara tersebut, kata dia, umumnya dilakukan karena penyelidik tidak menemukan bukti-bukti permulaan yang cukup.

"Di undang-undang yang baru kan jelas itu kalau dalam 2 tahun penyelidikan itu belum cukup alat bukti, KPK boleh atau dapat menghentikan penyelidikan," ucap dia.

Dalam kesempatan itu Alex juga mengatakan bahwa 36 perkara yang proses penyelidikannya dihentikan itu, seluruhnya hasil proses penyelidikan secara tertutup.

"Jadi kalau tertutup itu biasanya terkait dengan suap. Misalnya, kita dapat informasi dari masyarakat akan ada pemberian uang dari pengusaha untuk dapat memenangkan lelang. Kita tindak lanjuti benar tidaknya, kita ikuti, kalau lelang sudah selesai dan kita tidak dapat bukti apapun buat apa kita teruskan? Tidak ada persoalan," kata Alex.

Baca juga: KPK hentikan 36 perkara, Abraham Samad: Ini di luar kewajaran

Namun demikian, kata Alex, bila pada kemudian hari terdapat informasi lanjutan dari masyarakat terkait perkara yang telah dihentikan itu, tidak menutup kemungkinan bagi KPK untuk membuka kembali penyelidikan terhadap perkara yang dimaksud.

"Ibaratnya itu oke-lah sementara kita simpan dulu, kita file proses penyelidikan, tetapi nanti kalau ada laporan masyarakat masuk lagi, masih berkaitan dengan proses penyelidikan, ya kita buka lagi," tutur dia.

Sebelumnya, KPK mengonfirmasi telah menghentikan 36 perkara pada tahap penyelidikan untuk akuntabilitas dan kepastian hukum.

"Hal ini kami uraikan lebih lanjut sesuai dengan prinsip kepastian hukum, keterbukaan, dan akuntabilitas pada publik sebagaimana diatur dalami Pasal 5 UU KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis (20/2).

Ali menyatakan penghentian perkara di tingkat penyelidikan tersebut bukan praktik baru yang dilakukan saat ini saja di KPK.

Baca juga: KPK: kasus-kasus besar tidak termasuk yang dihentikan penyelidikannya

"Data lima tahun terakhir sejak 2016, KPK pernah menghentikan penyelidikan sebanyak total 162 kasus," kata Ali.

Penghentian tersebut, kata dia, tentu dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertanggung jawab.

"Adapun pertimbangan penghentian tersebut, yaitu sejumlah penyelidikan sudah dilakukan sejak 2011, 2013, 2015, dan lain-lain," papar Ali.

Baca juga: KPK konfirmasi telah hentikan 36 perkara tahap penyelidikan

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020