Hampir semua wilayah di Sumsel, kecuali Kota Palembang, rawan menjadi lokasi peredaran rokok ilegal. Terutama daerah yang memiliki wilayah perkebunan
Palembang (ANTARA) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Sumatera Bagian Timur fokus mengawasi peredaran rokok ilegal yang diperkirakan marak pada tahun 2020 ini menyusul adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Sumatera Bagian Timur (Sumbagtim) Dwijo Muryono di Palembang, Kamis, mengatakan pengawasan ini demi memaksimalkan pendapatan negara.

Baca juga: Bea Cukai sita ribuan bungkus rokok ilegal di Kabupaten Malang


“Hampir semua wilayah di Sumsel, kecuali Kota Palembang, rawan menjadi lokasi peredaran rokok ilegal. Terutama daerah yang memiliki wilayah perkebunan,” kata dia.

Selain itu, ia melanjutkan, daerah perbatasan Jambi-Sumsel, seperti Kabupaten Musi Banyuasin juga sering menjadi lokasi utama peredaran rokok tanpa pita cukai.

Ia mengatakan sepanjang tahun 2019, Kanwil DJBC Sumbagtim telah melakukan 781 penindakan di mana sebanyak 338 penindakan dari hasil tembakau.

“Yang paling dominan itu rokok polos tanpa pita cukai, lebih dari separuhnya adalah penindakan hasil tembakau,” katanya.

Baca juga: Sri Mulyani yakin inflasi terjaga, meski cukai rokok naik 23 persen


Dwijo memaparkan rokok ilegal yang kerapkali beredar di wilayah Sumbagtim adalah merek Luffman. Seharusnya, rokok tersebut hanya berlaku untuk daerah Batam yang sebelumnya masih menjadi wilayah perdagangan bebas .

Namun demikian, kata dia, fakta di lapangan menunjukkan merek rokok yang berasal dari Vietnam itu banyak beredar di sepanjang Pantai Timur Sumatera hingga ke Jepara di Pulau Jawa.

Berdasarkan penindakan kasus cukai, yang didominasi rokok, tersebut pihaknya mencatat kerugian negara mencapai Rp12 miliar pada tahun 2019.

Sementara itu, untuk realisasi penerimaan negara dari bea dan cukai mencapai Rp222,78 miliar atau mencapai 105,03 persen dari target yang dipatok tahun 2019 sebesar Rp212,11 miliar.

Baca juga: Dirjen BC: tarif cukai rokok naik karena tidak ada penyesuaian di 2019


Dwijo memerinci penerimaan tersebut terdiri dari bea masuk senilai Rp104,52 miliar, bea keluar Rp118 miliar dan cukai senilai Rp264 juta.

Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran rokok sebesar 35 persen. 

Kenaikan tersebut diatur berdasar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 Tahun 2019 tentang Cukai Hasil Tembakau yang berlaku mulai 1 Januari 2020.

Baca juga: Kenaikan cukai rokok, Kadin sarankan cari keseimbangan dan keselarasan


 

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020