Pekanbaru (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kesulitan untuk mengungkap kasus pembunuhan gajah Sumatera di konsesi hutan tanaman industri (HTI) PT. Arara Abadi di Provinsi Riau, yang jadi korban perburuan gading gajah.

Kepala Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KHLK Wilayah II Sumatera, Eduwar Hutapea di Pekanbaru, Rabu, mengatakan belum ada satu pun barang bukti maupun petunjuk yang mengarah pada pelaku. Bahkan, penyebab kematian gajah jantan yang berusia 40 tahun tersebut juga masih jadi misteri.

"Kesulitannya mungkin karena rentang kejadiannya dengan ini sudah terlalu lama,  kejadiannya diperkirakan 5-6 hari yang lalu. Dari sisi jejak juga agak sulit, kemudian menanyakan ke beberapa orang yang berada di lokasi terdekat tidak ada, karena lokasinya berada di tengah HTI. Ditanya mengenai pergerakan orang yang dicurigai dan segala macam, juga belum dapat info," katanya.

Seekor gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) ditemukan sudah menjadi bangkai di konsesi PT. Arara Abadi pada 18 November 2019 pukul 11.45 WIB. Lokasi bangkai tepatnya berada di petak SBAD di Distrik Duri II konsesi PT. Arara Abadi Desa Tasik Serai Kecamatan Talang Mandau, Kabupaten Bengkalis.

Baca juga: Gajah mati di konsesi Arara Abadi Riau korban perburuan gading
Baca juga: 11 petugas KLHK selidiki kasus gajah mati di konsesi Arara Abadi


Tim Gakkum KLHK melakukan pemeriksaan di tempat kejadian pada Selasa (19/11), dan Eduwar menyatakan ada indikasi kuat pembunuhan terhadap satwa dilindungi itu untuk diambil gadingnya.

"Tapi sampai sejauh ini belum ada indikasi mengenai orangnya siapa. Masih dicari ini," kata pria yang akrab disapa Edo itu.

Dia mengatakan idealnya konsesi HTI merupakan perusahaan  tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang, apalagi pemburu, namun ada celah pada penjagaan atau "jalur tikus" yang disinyalir luput dari penjagaan pihak perusahaan.

"Jalur tikus ada. Untuk menjaga kawasan,  tanggung jawab dia (perusahaan). Yang jadi pertanyaan, tidak mungkin semua dipagar, jadi bentuk pertangungjawabannya yang perlu kita pilah," katanya.

Kuat dugaan, kata dia, pelaku melibatkan pemburu yang profesional sehingga bisa menghilangkan barang bukti pembunuhan gajah tersebut.

"Kalau liat dari cara kerjanya sudah agak profesional dia. Pertama, tak ada jejak di sekitar. Tak ada jerat apapun, (bekas) ditembak tak ada. Dokter hewan termasuk kita, bagaimana membunuhnya (gajah) masih misteri. Yang jelas, menurut kita, ini memang gajah sehat dilihat dari postur tubuhnya," katanya.

Baca juga: Seekor anak gajah di Riau terjerat dan terpisah dari rombongan
Baca juga: Konflik gajah Sumatera di Riau meningkat akibat kebakaran Tesso Nilo


Dokter hewan BBKSDA Riau Rini Deswita, di lokasi bangkai gajah, Selasa (19/11), menyatakan hasil bedah bangkai atau neukropsi menyimpulkan gajah dibunuh dengan sadis oleh pemburu untuk diambil gadingnya. Gajah yang mati berjenis kelamin jantan berumur 40 tahun.

Penyebab pasti kematian satwa dilindungi itu masih belum dipastikan, karena hasil nekropsi gajah sumatera tidak ditemukan tanda-tanda keracunan dan bekas jerat.

"Kondisi kepala gajah sudah terpotong dari pangkal belalai, dimana belalai terpisah dari tubuh dengan jarak satu meter. Dugaan bahwa gajah mati karena pembunuhan atau perburuan dengan pemotongan kepala untuk pengambilan gading, namun pada saat pemeriksaan tidak ditemukan proyektil peluru," kata Rini.

Gajah jantan tersebut termasuk dalam subpopulasi atau kelompok Gajah Giam Siak Kecil-Balai Raja yang berdasarkan hasil survei dan monitoring, jumlah populasi gajah liar saat ini diperkirakan 40 ekor.

Sebagian besar populasi berada di wilayah konsesi PT. Arara Abadi yang merupakan hutan tanaman industri dengan jenis tanaman eucalyptus dan akasia. Saat ini sebagian petak pada konsesi tersebut dilakukan kegiatan pemanenan (harvesting).

Baca juga: Gajah liar birahi masuk ke permukiman penduduk di Riau
Baca juga: Gajah sumatera berkaki buntung ditemukan mati di Riau

Pewarta: FB Anggoro
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019