Manado (ANTARA) - Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) perlu memiliki Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK) yang akan menjadi pedoman jika terjadi bencana di tempat wisata.

"Sulut berada pada jalur "ring of fire" atau berada pada daerah rawan bencana, apalagi saat ini tengah gencar menggenjot sektor pariwisata," kata Kepala Dinas Pariwisata Sulut Daniel Mewengkang melalui Kepala Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan Dinas Pariwisata Sulut, Roy Saroinsong di Manado, Jumat.

Dia mengatakan Kementerian Pariwisata telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pariwisata No 10 Tahun 2019 mengenai Manajemen Krisis Kepariwisataan. MKK sangat penting sebab hal ini akan memberikan rasa aman kepada wisatawan yang akan berkunjung ke suatu daerah.

Ia mengatakan, saat ini Kementerian Pariwisata (Kemenpar) tengah melakukan sosialisasi di daerah-daerah termasuk Sulut.

“Sulut sebenarnya belum termasuk daerah yang akan dilakukan sosialisasi oleh Kemenpar. Tetapi atas inisiatif dari Dinas Pariwisata Sulut, sosialisasi ini bisa dilaksanakan,” katanya.

Kerugian di sektor pariwisata yang diakibatkan oleh bencana alam sangat besar. Ia mencontohkan, kerugian akibat letusan gunung Merapi pada tahun 2010 berdasarkan data BPNP mencapai Rp13,4 triliun. Sedangkan kerugian di sektor pariwisata akibat erupsi gunung Agung di Bali sebesar Rp9 triliun.

Untuk menciptakan rasa aman kepada wisatawan, maka destinasi wisata harus tangguh terhadap bencana.
Baca juga: BNPB prioritaskan Program Katana di daerah rawan bencana
Baca juga: Lima kecamatan di Agam rawan bencana alam saat TdS 2019


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu struktur bangunan di lokasi wisata yang aman, sarana dan prasaran kebenanaan memadai, memiliki manajemen risiko bencana, melakukan sosialisasi dan edukasi kebencanaan untuk warga dan pengunjung, simulasi dan geladi secara rutin serta memiliki perencanaan untuk mengantisipasi kejadian bencana.

Ia mengatakan, kegiatan ini digelar agar Sulut siap menerima wisatawan dan tanggap jika terjadi bencana.

“Lewat kegiatan ini kami akan melakukan mitigasi bencana, terutama destinasi wisata yang rawan bencana. Hasil dari kegiatan ini akan kami rumuskan dan akan diteruskan ke Dirjen untuk ditindaklanjuti. Sebab Sulut berada di daerah yang rawan bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi dan tsunami,” katanya.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Utara, Arbonas Hutabarat yang membawakan materi kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Berdasarkan undang-undang, maka segala jenis transaksi di wilayah Indonesia harus menggunakan rupiah, baik tunai maupun non tunai. Sebab hal ini merupakan kedaulatan kita sebagai negara,” katanya.

Kepala Seksi Operasional Basarnas Sulut, Jendry Paendong mengatakan, pihaknya selalu siaga terus menerus 24 jam. Personil di Basarnas Manado sekitar 100 orang yang tersebar di dua pos SAR, yaitu di Amurang dan Tahuna, serta di unit.
Baca juga: Perbankan diminta tidak beri kredit untuk wilayah rawan bencana

Pewarta: Nancy Lynda Tigauw
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019