Jakarta (ANTARA) - Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra, Senin (21/10) sore merapat ke Istana Kepresidenan di Jakarta. Calon Presiden yang diusung Koalisi Indonesia Adil Makmur itu menyampaikan kalau ia memenuhi undangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ditunjuk menjadi calon menteri yang membantu urusan pertahanan.

Prabowo datang ke istana pada pukul 16.15 WIB didampingi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo.

Mantan Danjen Kopassus itu mengenakan kemeja putih lengan panjang. Kemeja putih adalah pakaian yang biasa dikenakan Presiden Joko Widodo dan para menteri Kabinet Kerja jilid I.

Prabowo Subianto Djojohadikusumo merupakan calon Presiden yang berkompetisi dengan Jokowi dalam dua kali pemilihan umum. Kompetisi pertama dalam Pemilu 2014, saat itu Prabowo berpasangan dengan Hatta Radjasa mendapat nomor urut 1, berkompetisi dengan Jokowi-Jusuf Kalla yang mendapat nomor urut 2.

Kompetisi kedua dalam Pemilu serentak 2019, Prabowo berpasangan dengan Sandiaga Uno yang mendapat nomor urut 02 berkompetisi dengan Jokowi-Ma’ruf Amin yang mendapat nomor urut 01. Prabowo gagal terpilih sebagai Presiden dari dua kali pilpres tersebut.

Baca juga: Total kekayaan Prabowo Subianto Rp1,95 triliun

Prabowo merupakan anak begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo. Karier militer pria kelahiran Jakarta, 17 Oktober 1951 tersebut cemerlang di masa Orde Baru. Namun tumbang, bersamaan dengan tumbangnya rezim.

Berbagai misi telah dilaksanakan Prabowo dalam karir militernya, hingga ia memperoleh sejumlah penghargaan di antaranya: Satya Lencana Kesetiaan XVI, Satya Lencana Seroja Ulangan-III, Satya Lencana Raksaka Dharma, Satya Lencana Dwija Sistha, Satya Lencana Wira Karya, The First Class The Padin Medal Ops Honor dari Pemerintah Kamboja dan Bintang Yudha Dharma Naraya.

Prabowo juga diketahui sukses melakukan operasi pembebaan sandera di Mapenduma, Papua.

Pensiun dari militer, dia Prabowo memilih aktif dunia politik dan juga membangun bisnisnya. Prabowo sempat mengikuti konvensi calon presiden Partai Golkar pada 2004, namun kalah.

Keluar dari Partai Golkar, Prabowo mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pada 2008 yang digunakan sebagai kendaraan politiknya hingga saat ini.

Baca juga: Prabowo isyaratkan dua kader Gerindra masuk kabinet

Meski selalu berkompetisi dengan Jokowi, Prabowo menyebut hubungan dengan Jokowi sangat mesra. Hal itu dikonfirmasi benar oleh Jokowi. Menurut Prabowo, dirinya dengan Jokowi harus bersatu dalam urusan bangsa dan negara.

"Kita bertarung secara politik. Begitu selesai, kepentingan nasional yang utama. Saya berpendapat kita harus bersatu, jadi saya sampaikan kepada beliau apabila kami diperlukan, kami siap untuk membantu," tutur Prabowo di Istana Merdeka Jakarta, Jumat (11/10).

Diplomasi Kuda

Masih teringat bahwa ada adegan ikonik kala 2016 lalu, Jokowi bersama Prabowo naik kuda bersebelahan di kediaman Prabowo di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Saat itu, Jokowi mendatangi Prabowo untuk bersilaturahim.

Dalam pertemuan itu, Prabowo dan Jokowi tak ragu menunjukan kedekatan. Dua tahun sebelumnya, usai Pemilu 2014, Jokowi pernah meminta diajari berkuda oleh Prabowo.

Berkuda bersama saat itu menjadi bukti hubungan baik antartokoh yang memiliki pendukung loyalnya masing-masing. Meski kedua tokoh memiliki hubungan baik, namun tak jarang perseteruan berujung konflik justru muncul dari para pendukungnya.

Baca juga: Prabowo: Partai Gerindra siap membantu Presiden Jokowi

Prabowo dan Jokowi selalu menunjukkan persatuan adalah yang lebih utama dan jangan sampai ada yang mau memecah belah bangsa.

"Jangan sampai ada unsur yang mau memecah belah bangsa. Kita negara majemuk, banyak suku, agama dan ras. Kalau ada masalah, kita selesaikan dengan sejuk dan damai," ucap Prabowo.

Sementara Jokowi menegaskan, jika rivalitas itu ada saat Pilpres, "Di dalam (rumah Prabowo) kami tertawa bareng, itu demokrasi. Itu yang hendak kami sampaikan, Pemilu Presiden 2019 bisa saja ada rivalitas, tapi setelah itu bahu-membahu," kata Jokowi.

Naik MRT

Presiden terpilih, Joko Widodo juga menaiki transportasi Moda Raya Terpadu (MRT) dengan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dari stasiun MRT Lebak Bulus di Jakarta Selatan, Sabtu (13/7).

Peristiwa itu menjadi penanda kemesraan terlihat semakin jelas di antara keduanya.

Pertemuan tersebut adalah pertemuan pertama setelah 15 hari yang lalu Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk yang menolak gugatan Perselisihan Hasil Pemilhan Umum (PHPU) yang diajukan Prabowo-Sandi sehingga memutuskan Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia terpilih.

Dalam konferensi pers di Stasiun MRT Senayan, Jokowi mengatakan pertemuannya dengan Prabowo tersebut adalah pertemuan dua orang sahabat. Prabowo juga mengucapkan selamat atas terpilihnya Jokowi sebagai Presiden.

Baca juga: Prabowo akan menjadi menteri di bidang pertahanan

Setelah naik MRT selama 15 menit, Jokowi-Prabowo diketahui turun di Senayan untuk makan siang dengan menu sate di salah satu pusat perbelanjaan di Senayan, Sabtu (13/7).

"Kenapa MRT, bukan Istana atau Hambalang? Itu sekalian buat nunjukkin kalau 'Ini lho, kalau gue kerja'. Simbolik selanjutnya adalah MRT berjalan di atas dua rel, seimbang jalannya, dan jalannya selalu ke depan bukan ke belakang," tutur Pakar bahasa tubuh dan mikroekspresi, Monica Kumalasari, saat dihubungi ANTARA.

Dia melanjutkan, "Kereta itu terdiri dari gerbong-gerbong yang disatukan oleh lokomotif menuju ke satu tujuan. Itu adalah pertanda yang bisa dicermati bahwa inilah gaya bahasa non-verbalnya pak Jokowi."

Sementara, sate yang dipilih oleh Jokowi untuk acara makan bersama, menurut Monica, juga merupakan sebuah simbol yang maknanya serupa dengan kereta MRT.

"Sate terdiri dari potongan-potongan daging atau ayam yang kemudian disatukan, ditusuk, dimakan jadi nikmat. Itu juga perlambangnya sama dengan gerbong kereta tadi," ujar Monica.

"Dan di sini, kalau kita lihat juga, itu adalah tradisinya Indonesia kalau yang terkenal adalah sate. Kalau kedua tokoh itu adalah tokoh internasional sehingga sate lah, sate khas Senayan juga yang dipilih," imbuhnya.

Pertemuan santai antara Jokowi dan Prabowo itu juga dianggap sebagai simbol perdamaian dengan cara yang sederhana dan sangat menunjukkan ke-Indonesian kedua tokoh politik itu.

"(Pertemuan) itu karena berusaha memberikan kesan bahwa kedua tokoh sekaliber internasional itu sudah berdamai, sudah berekonsiliasi sehingga yang diharapkan secara ekonomi akan membaik, harga saham akan meningkat, dan sebagainya," ujar Monica.

Baca juga: PKS tidak permasalahkan Presiden undang Prabowo

Pertemuan Istana

Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto lalu berlanjut di Istana Merdeka, Jumat (11/10).

Pertemuan Prabowo-Jokowi berlangsung cair dan penuh canda tawa. Hal itu kontras dengan pertemuan Jokowi sebelumnya dengan Presiden Keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terlihat kalem dan berwibawa.

Prabowo dan Jokowi bahkan berswafoto dengan latar wartawan yang mengabadikan momen persahabatan keduanya.

Jokowi sebagai tuan rumah bicara lebih dulu. Ia mengaku membincangkan banyak hal dengan Prabowo. Mereka bicara mulai dari kondisi ekonomi global, politik dan keamanan, hingga rencana pemerintah memindahkan ibu kota ke Kalimantan Timur. "Bercerita banyak kenapa pindah ke Kalimantan Timur, alasannya ini-ini-ini. Kami sampaikan semuanya dengan Pak Prabowo Subianto," ungkap Jokowi.

Selain itu, Jokowi juga mengakui ia dan Prabowo turut membahas peluang Partai Gerindra masuk ke dalam kabinet Jokowi-Ma'ruf. "Ini belum final, tapi kami sudah bicara banyak mengenai kemungkinan Partai Gerindra koalisi kita," kata Jokowi.

Prabowo mengaku partai Gerindra siap membantu dalam kabinet pemerintahan Presiden Jokowi. Hal itu ia tegaskan lagi dalam pertemuan yang berlangsung di Istana Kepresidenan di Jakarta, Senin (21/10).

"Saya bersama saudara Edhy Prabowo, kami diminta untuk memperkuat kabinet beliau. Dan saya sudah sampaikan keputusan kami dari Partai Gerindra apabila diminta kami siap membantu. Hari ini siap diminta dan kami sanggupi untuk membantu," kata Prabowo.

Baca juga: Soal menteri kabinet, Gerindra: Kami tahu diri

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019