Kami dari pemerintah bekerja sama dengan menjalin kolaborasi daerah, nasional dan internasional untuk merumuskan bagaimana mencegah karhutla, terlebih di kawasan gambut dan bagaimana mencari solusi bersama
Siak, Riau (ANTARA) - Organisasi masyarakat sipil (Civil Society Organization/CSO) baik lokal, nasional dan internasional digandeng Pemerintah Kabupaten Siak, Provinsi Riau untuk upaya-upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan menyelamatkan lingkungan di daerah itu.

"Kami dari pemerintah bekerja sama dengan menjalin kolaborasi daerah, nasional dan internasional untuk merumuskan bagaimana mencegah karhutla, terlebih di kawasan gambut dan bagaimana mencari solusi bersama," kata Bupati Siak H Alfedri di Gedung Daerah Siak, Kamis, dalam paparan bertema "Sebuah Masa Depan Positif Bagi Hutan: Merangkai Gotong Royong untuk Siak Hijau" pada rangkaian Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) 2019 dalam rangkaian Festival Kabupaten Lestari (FKL) II.

Kabupaten Siak adalah salah satu anggota dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), yang tahun ini menjadi tuan rumah dari Festival Kabupaten Lestari, yang berlangsung pada 10-13 Oktober 2019.

Baca juga: CSO harus kawal pencalonan Indonesia di Dewan HAM PBB

LTKL memiliki 11 kabupaten anggota di delapan provinsi Indonesia, yakni Kabupaten Musi Banyuasin (Sumsel), Kabupaten Siak (Riau), Kabupaten Sintang (Kalbar), Kabupaten Sigi (Sulteng), Kabupaten Bone Bolango (Provinsi Gorontalo), Kabupaten Gorontalo (Provinsi Gorontalo), dan Kabupaten Aceh Tamiang (Provinsi Aceh), 14 jejaring mitra dan bekerja berdampingan dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten seluruh Indonesia (APKASI).

Selain itu, LTKL juga menjembatani dukungan bagi kabupaten untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dari jejaring mitra pembangunan nasional dan global, termasuk masyarakat sipil, akademisi dan swasta.

Menurut Alferdi, kolaborasi daerah, nasional dan bahkan internasional itu kemudian sampai pada lahirnya Peraturan Bupati (Perbup) Siak No. 22/2018 atau dikenal juga dengan perbup tentang "Siak Hijau".

Baca juga: Kelompok sipil minta dampak perubahan iklim diperjelas dalam RPJMN

"Itu merupakan sebuah aturan yang menjadi pedoman bagi pemerintah daerah di Kabupaten Siak, masyarakat dan pihak swasta menuju pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat dan merupakan usaha untuk berkontribusi dalam mengurangi perubahan iklim dunia," katanya.

Ia menjelaskan tahapan-tahapan hingga akhirnya lahir perbup "Siak Hijau" itu, yang bermula dari karhutla besar yang terjadi di Riau, termasuk di Kabupaten Siak menjadi musibah nasional, di mana pemerintah telah mengumumkan sebagai daerah darurat
Provinsi Riau di Pulau Sumatera

Karhutla tersebut juga menyebabkan kerusakan pada kesehatan publik, kerugian ekonomi dan keberagaman tumbuhan, termasuk emisi karbon dioksida

Kemudian, pada 2016-2017 Pemkab Siak mencari solusi mengatasi karhutla bekerja sama dengan CSO yang ada untuk menganalisa sebab terjadinya kebakaran, mereview dan menegembangkan peraturan daerah untuk mengatasi karhutla.

Selain itu, juga mencari solusi pengelolaan lahan gambut dengan cara yang berkelanjutan, termasuk menggandeng pihak swasta dan pengusaha kecil dalam menerapkan Good Agriculture Practice (GAP) untuk pengelolaan kebun sawit yang berkelanjutan

Pada tahapan selanjutnya, kemudian lahirlah apa yang disebut "Peraturan Hijau" (2018-2019), yakni menerbitkan Perbup Siak Nomor 22/2018 tentang "Siak Hijau".

Di samping itu, membuat zona bagi daerah konservasi, pertanian, perkebunan, industri dan permukiman, manajemen lahan gambut dan daerah resapan air, serta terus mengembangkan peta jalan untuk "Siak Hijau" bersama CSO dan koalisinya, termasuk organisasi daerah setempat yang berisi anak-anak muda bernama "Sodagho Siak" (Saudara Siak).

Baca juga: Kelompok sipil puji lingkungan hidup masuk pilar utama rancangan RPJMN

Sedangkan mulai 2019, menurut dia, dalam kerja sama itu dilakukan peta jalan berupa finalisasi dan konsultasi publik, impementasi dan monitoring.
Diskusi dengan narasumber kaum muda dalam rangkaian Festival Kabupaten Lestari (FKL) II di Gedung Daerah Siak, Kamis (10/10/2019). (FOTO ANTARA/Andi Jauhari-HO/Humas FKTL).


Sementara itu, dalam kegiatan itu juga dilakukan diskusi dengan narasumber generasi muda, yakni duta petani muda dari Kediri, Eko Suroso, Project Coordinator Du'Anyam Davit Manalu, CEO PT Yagi Natural Indonesia, Farhaniza, Platform Lead Pantau Gambut, Clorinda Wibowo, CEO Asyx Lishia Erzha, Cullinary Story Teller Ade Putri Paramadhita dan juga Fitra Aulia, City Manager Lampung dan Pekanbaru Tokopedia.

"Sumber daya alam dan komoditas pertanian di Siak ini, dengan bantuan e-commerce akan mampu menghasilkan perpaduan produk yang bernilai pasar dan juga tetap mempertahankan prinsip-prinsip lingkungan hidup," kata Bupati Siak H Alfedri.

Ajang FKL itu juga diramaikan dengan produk-produk komoditas pertanian dan olahannya yang dihasilkan dari tanaman dan buah-buahan yang ditanam pada lahan gambut.

 

Pewarta: Andi Jauhary
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019