Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menyambut baik atas peluncuran "Atlas Zona Kerentanan Likuefaksi Indonesia" oleh Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang akan dijadikan sebagai pedoman rencana tata ruang.

Atlas tersebut selain dijadikan pedoman pembuatan rencana tata ruang juga menjadi referensi dalam menjawab pertanyaan masyarakat akan keamanan daerah yang mereka tinggali. Demikian dinyatakan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, Muhammad Hidayat, dalam informasi tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

"Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Tim Ahli Badan Geologi yang telah menyusun Peta Zona Kerentanan Likuefaksi ini. Saya berharap peta ini dapat menjadi acuan zona bahaya, zona siaga, zona aman, dan seterusnya bagi Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah tentunya akan menjadikan peta ini sebagai pedoman dalam merencanakan tata ruang," ujar Hidayat.

Hidayat menambahkan, meski peta yang dikeluarkan masih belum spesifik untuk Provinsi Sulawesi Tengah, namun menurutnya sudah cukup untuk dijadikan acuan penentuan tata ruang dan menjawab pertanyaan masyarakat yang menanyakan apakah wilayahnya aman untuk didiami atau sebaliknya.

 Baca juga: Korban likuefaksi hibahkan tanah 120 hektare untuk pembangunan huntap

"Ke depan masih diperlukan peta yang lebih rinci lagi untuk melengkapi dokumen rencana tata ruang (misalnya) peta 1:5.000 yang sudah lebih rinci lagi yang sudah terlihat mana-mana wilayah yang rawan," tambah Hidayat.

Setahun pascagempa bumi dan likuefaksi Palu, Badan Geologi Kementerian ESDM meluncurkan "Atlas Zona Kerentanan Likuefaksi Indonesia". Peta tersebut mencantumkan tiga kategori untuk zona kerentanan likuefaksi. Satu zona kerentanan likuefaksi tinggi (merah), sedang (sedang) dan zona kerentanan likuefaksi rendah (hijau).

Baca juga: Menanti kepastian relokasi korban likuefaksi Petobo-Balaroa

Zona merah atau zona kerentanan likuefaksi tinggi menujukkan wilayah ini dapat mengalami likuefaksi secara merata, struktur tanah umumnya akan rusak parah hingga hancur. Tipe kerusakan struktur tanah yang terjadi berupa likuefaksi aliran (flow likuefaction), pergeseran literal, penurunan tanah dan semburan pasir.

Zona merah ini meski berpotensi terjadinya empat jenis likuefaksi namun menurut Kepala Badan Geologi, Rudy Suhendar masih bisa didiami oleh masyarakat dengan beberapa persyaratan.

"Zona merah itu bukan berarti tidak bisa dibangun, tidak boleh dihuni, tetapi justru zona merah itu harus berhati-hati karena memiliki potensi likuefaksi yang tinggi berdasarkan empat jenis likuefaksi dan empat jenis likuefaksi ini akan muncul di zona merah," kata Rudy.

Baca juga: Menanti kepastian relokasi korban likuefaksi Petobo-Balaroa
 

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019