Palu (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia Kota Palu, Sulawesi Tengah, menyatakan Kantor Urusan Agama di bawah naungan Kementerian Agama harus menjalankan UU Pernikahan setelah aturan pelaksanaannya terbit, tanpa harus menyampingkan aspek agama.

"Saya sudah pernah katakan, bahwa secara normal KUA sebagai representatif pemerintah harus menjalankan UU tersebut utamanya berkaitan dengan batas usia minimal pernikahan yakni 19 tahun bagi perempuan. Tetapi tidak harus menyampingkan aspek agama," ucap Ketua MUI Kota Palu Prof Dr KH Zainal Abidin M.Ag di Palu, Kamis.

Prof Zainal Abidin mengatakan KUA perlu memastikan bahwa setiap perempuan yang akan menikah dari sisi usia telah sesuai atau melampaui batas usia minimal.

Termasuk harus ditindak lanjuti dalam administrasi pernikahan dan pencatatan nikah.
Baca juga: Revisi UU usia perkawinan anak 19 tahun disahkan di Indonesia

Karena itu, perlu sosialisasi bila aturan pelaksanaan dari UU tersebut telah terbit.

"Hal ini keharusan, sebagai representatif negara harus menjalankan itu, dan harus menyosialisasikan dan memastikan bahwa setiap yang akan dinikahkan maupun diluar KUA telah melampaui batas usia minimal," kata Rektor Pertama IAIN Palu itu.

Tetapi, bagaimana dengan mereka yang terpaksa harus menikah karena mengalami kecelakaan (hamil) sementara batas usia minimal sesuai ketentuan perundangan belum terpenuhi.

Kata dia, kewajiban KUA harus tetap menikahkan bila mereka bersedia dan memiliki keinginan untuk menikah, serta diikutkan dengan administrasi pernikahan.

Karena, apabila tidak dinikahkan serta tidak tercatat dalam administrasi pernikahan, maka akan menimbulkan masalah yang besar kedepan ketika anak yang dikandung telah lahir. Dari sisi agama utamanya Islam, pernikahan itu wajib dengan salah satu tujuannya untuk membina dan membentuk keluarga atau rumah tangga yang sakinah mawaddatan warhmah.

Termasuk dalam Islam tidak ada pembatasan usia menikah, hanya ditekankan telah balig dan dewasa serta mampu menjalankan dan menghidupi keluarga atau rumah tangga. Kemudian, bagaimana dengan anak yang belum mencapai batas usia minimal namun sudah memiliki keinginan untuk menikah ?.
Baca juga: Menteri PPPA: Perkawinan anak di Indonesia sangat memprihatinkan

Karena itu, kata Prof Zainal Abidin MAg MUI mendukung batas usia minimal pernikahan 19 tahun bagi perempuan, namun harus mempertimbangkan hal-hal tersebut. Termasuk, sebut Dewan Pengurus Alkhairaat itu bahwa, UU termasuk nantinya harus cepat disosialisasikan kepada masyarakat, kepada anak dan orang tua. Agar anak dan orang tua mengetahui dampak buruk nikah dibawah umur atau pernikahan usia anak.

"Saya kira aturan tersebut juga pasti ada atau mempertimbangkan aspek-aspek tersebut," ujar Ketua FKUB Sulteng itu.

Rois Syuria NU Sulteng ini mengemukakan, lahirnya UU Pernikahan, tidak hanya memberikan dampak positif terhadap berkurangnya kasus nikah dini dan mencegah kematian ibu saat melahirkan. Melainkan juga untuk mencegah terjadinya hal-hal yang bertentangan dengan Islam seperti zina.

"Karena itu UU itu nantinya harus segera di sosialisasikan oleh pemerintah melibatkan KUA dan komponen pemuka agama," ujar dia.
Baca juga: Usia pernikahan perempuan 19 tahun kurangi risiko kematian saat hamil
 

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019