Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Kamis memperingati rapat bersejarah yang 74 tahun lalu berlangsung di lapangan Ikatan Atletik Djakarta atau Ikada (sekarang bernama Monas) untuk memaknai perjuangan Indonesia.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang bertindak sebagai inspektur upacara menyampaikan apresiasi khusus kepada Bapak Bangsa yang juga Presiden pertama Indonesia, Soekarno, yang memainkan peran penting dalam Rapat Raksasa Ikada pada 19 September 1945.

Bung Karno mengirimkan sebuah pesan "Salam Kemerdekaan atau Salam Kebangsaan" ketika menyampaikan pidato singkatnya.

Namun, menurut Anies, "Salam Kemerdekaan" atau "Salam Kebangsaan" tidak dengan tangan mengepal.

"Ini yang sama-sama kita harus ingat, 'Pekik Merdeka' yang sering disebut sebagai 'Salam Kemerdekaan/Kebangsaan' tidak pernah dilakukan dengan tangan mengepal," kata Anies.

Baca juga: Wali Kota Jakarta Pusat mengajak ASN memaknai rapat Ikada
Baca juga: Peringati Rapat Ikada, Anies ingatkan peran kampung dalam kemerdekaan
Baca juga: Jaktim ingin semangat Rapat Ikada hasilkan persatuan


"Salam Kemerdekaan" itu, kata Anies, dilakukan dengan tangan terbuka. Salamnya bukan untuk memukul, tapi untuk merangkul.

"Bahkan tahun 45 bulan November, Bung Karno membuat maklumat khusus tentang 'Salam Kebangsaan/Kemerdekaan'," kata Anies.

Terkait hal tersebut, Anies mengajak semua pihak, khususnya di Jakarta, untuk senantiasa menunjukan salam yang mempersatukan dan mendorong munculnya rasa kebersamaan dan kesetaraan di dalam kehidupan bermasyarakat.

"Kita kembalikan salam itu, peristiwa Ikada adalah peristiwa dimana 'Pekik Merdeka' pertama kali digaungkan. Dan sesudah itu, dia menjadi salam sapa kemana saja, siapapun yang disapa dengan kata 'merdeka', maka ada perasaan 'kami sebangsa, kami seperjuangan'," ujar Anies.

Dihimpun dari berbagai sumber, "Pekik Merdeka" dilakukan dengan mengangkat tangan setinggi bahu, telapak tangan menghadap ke muka dan bersamaan dengan itu memekikkan "Merdeka".

Disebutkan juga "Pekik Perjuangan Merdeka",  ditetapkan dalam Maklumat Pemerintahan tanggal 31 Agustus 1945 sebagai salam nasional, yang berlaku mulai 1 September 1945.

Sejak saat itu, "Pekik Merdeka" semakin menggema dimana-mana. Semboyan seperti "Sekali Merdeka Tetap Merdeka" atau "Merdeka atau Mati" juga kerap diucapkan para pemuda dan pejuang yang menunjukkan tekad untuk mempertahankan kemerdekaan.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019