Denpasar (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali masih menemukan adanya intervensi politik yang berdampak munculnya kasus "siswa titipan" dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun pelajaran 2019/2020.

"Yang belum bisa dihindari adalah intervensi politik, di Tabanan misalnya ada keterlibatan anggota Dewan yang ingin memasukkan anaknya di sekolah negeri tertentu," kata Kepala ORI Perwakilan Bali Umar Ibnu Alkhatab dalam acara "Desiminasi Hasil Pemantauan PPDB 2019" di Denpasar, Jumat.

Untuk menghindari kasus serupa tak terulang, Umar sangat mengharapkan ada komitmen politik di masing-masing daerah sehingga proses PPDB dapat berjalan dengan fair dan transparan.

"Kalau komitmen politiknya lemah, intervensi politik akan kembali terjadi," ucapnya pada acara yang dihadiri Kadis Pendidikan Provinsi Bali dan perwakilan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se-Bali itu.

Baca juga: Ombudsman "jemput bola" persoalan PPDB SMA di Bali

Baca juga: Ombudsman harapkan Disdik Bali verifikasi semua domisili calon siswa


Selain persoalan siswa titipan, lanjut Umar, persoalan PPDB lainnya yang mengemuka seputar penambahan kuota penerimaan siswa untuk mengoptimalkan jumlah rombongan belajar di masing-masing sekolah dan keabsahan surat domisili.

"Kami harapkan pemerintah daerah segera merespons temuan-temuan kami. Artinya segera memperbaiki kualitas pendidikan terutama di sektor tenaga kependidikan dan sarana prasarana sehingga murid-murid tidak lagi melihat mana sekolah yang favorit dan mana yang tidak, tetapi betul-betul melihat ketersediaan sarana di situ," ucapnya.

Menurut Umar, selama ini orang tua murid lebih memilih menyekolahkan siswa-siswinya di sekolah negeri karena sarana prasarana di sana lebih lengkap. Begitupun dengan yang tinggal di desa juga ingin bersekolah di kota karena di kota lebih lengkap.

"Makanya kami minta agar di desa dilengkapi dengan sarana pendidikan yang baik, tenaga guru yang baik agar tidak terjadi migrasi siswa ke kota," katanya.

Pihaknya mengapresiasi di sejumlah kabupaten sudah mulai membangun sekolah baru seperti di Buleleng, di Gianyar, dan Bangli. "Harapan kami dengan adanya sekolah yang baru, ke depannya tidak lagi permasalahan dalam PPDB," ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali Ketut Ngurah Boy Jayawibawa tidak menampik ada persoalan penambahan kuota dalam PPDB 2019 karena terkait kekurangan sarana-prasarana sekolah.

"Kami akan mengupayakan dalam PPDB mendatang akan lebih baik berdasarkan evaluasi yang disampaikan Ombudsman," ucapnya.

Terkait adanya temuan surat domisili ilegal, Boy mengatakan akan mengkomunikasikan dengan Kemendikbud karena dalam Permendikbud memang dimungkinkan penggunaan domisili. "Domisili sifatnya rawan karena ada upaya-upaya oknum untuk membuat domisili ilegal," ujarnya.

Boy mengatakan kebijakan zonasi dalam PPDB mendatang sepertinya masih diterapkan mengacu pada pernyataan Mendikbud karena kebijakan zonasi ini tidak saja menyangkut persoalan sekolah, tetapi distribusi guru dan tenaga kependidikan.

Terkait rencana mutasi guru-guru berprestasi, menurut Boy, hal ini belum bisa dilaksanakan karena jumlah guru dan tenaga kependidikan yang terbatas.

"Bagaimana mau mengatur karena guru-guru sudah banyak yang pensiun. Kebutuhan 200, tetapi yang ada 100, sedangkan untuk mengangkat guru juga tidak boleh. Bagaimana kami mendistribusikan, tentu akan sulit," ucapnya.

Selain itu, pihaknya saat ini tengah melakukan pemetaan di sejumlah kabupaten/kota untuk membangun unit sekolah baru yang pembangunannya dimulai 2020.*

Baca juga: Ombudsman RI sarankan Kemendikbud buat alternatif PPDB

Baca juga: Ombudsman RI temukan sejumlah maladministrasi penerapan PPDB

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019