Jakarta (ANTARA) - Pemerintah dianggap perlu memperhatikan data pemegang izin konsesi lahan sebelumnya dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, menurut peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).

“Pemerintah perlu memperhatikan pemegang izin konsesi lahan sebelumnya,” jelas Peneliti CIPS, Muhammad Diheim Biru dalam rilis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Tidak jarang, menurut dia, titik panas muncul di dalam izin konsesi lahan merupakan akibat dari kelalaian yang dibiarkan oleh pemegang izin konsesi tersebut yaitu pihak korporasi.

Pemegang izin konsesi lahan seharusnya memiliki kapasitas untuk mendata kebakaran lahan mereka sebagai upaya pencegahan, dan memiliki unit pemadaman cepat untuk menanggulangi kebakaran kecil, karena itu adalah sumber daya mereka juga.

"Kalau tidak ada pencegahan terhadap kebakaran atau korporasi lalai dalam melaporkan perlu ditindak dengan keras dan apabila perlu izinnya dicabut," ujar Diheim

Pelaksanaan moratorium kawasan hutan alam dan gambut tidak ada gunanya apabila masih terdapat eksploitasi di sekitar izin-izin konsesi lahan yang sudah ada sebelumnya dan yang belum ada yang karena tidak terawasi.

Konsesi lahan yang sudah diterbitkan sebelumnya perlu dikaji ulang sesuai dengan luasan dan batasan aslinya melalui data satelit dan lain-lainnya. Kalau ada perusahaan yang melanggar batasannya, harus segera ditindak dan dicabut izinnya.

Penegakan hukum bukan satu-satunya solusi yang ditawarkan Diheim, menurut Diheim, pemerintah juga perlu fokus pada tindakan pencegahan diantaranya dengan mengidentifikasi potensi munculnya titik-titik api yang belum pernah ada sebelumnya dengan Karhutla Monitoring System. Iplementasi fungsi aplikasi itu perlu ditingkatkan lagi.

"Aparat di lapangan seperti Polhut, Polda, Babinsa dan Bhabinkamtibmas harus terus siaga untuk ground check apabila deteksi dini sudah keluar terhadap titik panas ataupun aktivitas yang mencurigakan," ujar Diheim

Modernisasi alat pertanian yang digunakan petani juga perlu dilakukan karena teknologi pembukaan lahan mereka ke depan harus segera digantikan di daerah rawan kebakaran dengan izin yang jelas dan aman seperti menggunakan ekskavator, seperti yang telah diungkapkan Presiden Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional pada selasa (6/8) kemarin.

Berdasarkan data SiPongi KMS KLHK, terjadi penurunan total luas kebakaran lahan dari tahun 2015 ke 2016 sebesar 2,1 juta hektare. Jumlah ini kembali menurun pada 2017 sebesar 272,879.27 hektare.

Pada 2018, jumlah ini kemudian meningkat kembali sebesar 345,080.92 hektare. Apabila di tahun 2019 pencegahan tidak optimal, maka dapat meningkat lebih tinggi dibanding angka luas lahan yang terbakar di tahun 2018.
Baca juga: Walhi Sumsel: Banyak hotspot di lokasi konsesi korporasi
Baca juga: APP Sinar Mas: wilayah konsesi telah pasang sekat kanal
Baca juga: Greenpeace ungkap kebakaran lahan di konsesi perusahaan sawit Riau


Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019