Khartoum (ANTARA) - Sekitar 100 hakim Sudan yang menuntut pemerintahan sipil berpawai pada Kamis dari Mahkamah Agung di Khartoum menuju lokasi aksi duduk di luar Kementerian Pertahanan, guna bergabung dengan para pengunjuk rasa anti pemerintah untuk pertama kali, kata seorang saksi mata Reuters.

Dengan mengenakan jubah hitam, beberapa di antara para hakim itu membawa spanduk bertuliskan "hakim ingin perubahan" sementara mereka berpawai melintasi Khartoum tengah, kata saksi mata tersebut.

"(Pemerintahan) sipil, sipil, dilindungi oleh peradilan," teriak mereka.

Dewan Militer Transisi (TMC) Sudan dan oposisi bersidang dan memperdebatkan berapa lama pemerintahan sipil akan terbentuk setelah militer menggulingkan Omar al-Bashir sebagai presiden pada 11 April.

Bashir dikudeta setelah terjadi protes-protes selama beberapa bulan. Kemudian militer membentuk TMC untuk memerintah Sudan untuk kurun waktu hingga dua tahun.

Akasi pawai pada Kamis itu untuk pertama kali dilakukan oleh para hakim di Sudan sejak Bashir berkuasa lewat kudeta militer tahun 1989.

"Kami menuntut reformasi peradilan sampai keadilan tiba dan korupsi diadili," kata Hakim Abu al-Fatah Mohammed Othman kepada Reuters. "Kami menuntut pencabutan simbol-simbol dari rezim lama dari peradilan dan pemecatan kepala peradilan untuk mencapai keadilan."

Tak lama setelah pawai itu dimulai, TMC mengumumkan pihaknya akan tetap mengendalikan "hanya otoritas kedaulatan", smentara pihak sipil akan memegang pos perdana menteri dan kepala semua kementerian pemerintah.

"Dewan Militer Transisi memegang hanya otoritas kedaulatan sementara kepala kabinet, pemerintahan sipil dan semua otoritas eksekutif akan dipegang sepenuhnya oleh sipil," kata juru bicara TMC Shams El Din Kabbashi kepada televisi al Arabiya.

Oposisi telah menuntut penyerahan segera kekuasaan kepada pihak sipil. Aksi duduk di luar Kementerian Pertahanan, yang mulai berlangsung lima hari sebelum penggulingan Bashir telah berlanjut sementara para pemimpin unjuk rasa menekan perubahan lebih cepat dan dalam. Sumber: Reuters

Penerjemah: Mohamad Anthoni
Editor: Eliswan Azly
Copyright © ANTARA 2019