Bangkok (ANTARA News) - Pengadilan banding Thailand menghentikan tuduhan penghinaan kerajaan terhadap enam orang, yang dipenjarakan karena membakar gambar raja Thailand, katanya, tapi mereka masih harus menjalani hukuman panjang penjara akibat merusak milik umum.

Thailand memiliki undang-undang keras pelecehan kerajaan, dengan yang dinyatakan bersalah karena memfitnah, menghina atau mengancam anggota keluarga kerajaan menghadapi hingga 15 tahun penjara, tapi tak ada penuntutan pada baru tahun ini dalam yang dikatakan pengacara hak asasi tampaknya menjadi arah baru kebijakan.

Keenam orang itu, berusia 18 hingga 20 tahun, ditangkap pada tahun lalu saat membakar potret Raja Maha Vajiralongkorn dan ayahnya, Raja Bhumibol Adulyadej, di beberapa tempat di sekitar provinsi timur laut, Khon Kaen, demikian Reuters melaporkan.

Pengadilan menyatakan mereka bersalah karena menghina kerajaan, pembakaran merusak milik umum dan kejahatan tergalang.

Salah satu dari enam orang itu dipenjara 11 setengah tahun, tiga mendapatkan hukuman tujuh tahun delapan bulan, sementara dua mempertiga tahun dan empat bulan.

Pengadilan banding pada Selasa memotong sedikit hukuman penjara itu, sembilan tahun, bukannya 11 setengah; enam tahun, bukan tujuh tahun dan delapan bulan; dan tiga tahun, bukan tiga tahun dan empat bulan.

"Mereka senang tidak dihukum di bawah Pasal 112 (menghina kerajaan) karena mereka tidak memiliki niat buruk," kata pengacara mereka, Pattana Saiyai.

Ia sebelumnya menyatakan keenam orang itu dibayar untuk membakar potret raja tersebut. Dua orang dipenjarakan pada Juni sehubungan dengan masalah itu.

Baca juga: Unjuk rasa terbesar pejuang lingkungan Thailand sejak tentara berkuasa

Tentara, yang mengambil kendali pemerintah lewat kudeta pada Mei 2014, menyatakan perlu menindak penentang kerajaan demi keamanan negara.

Sejak kudeta itu, setidaknya 94 orang dituntut karena menghina kerajaan, tapi Pengacara Pusat Hak Asasi Manusia Thailand menyatakan belum ada penuntutan seperti itu pada tahun ini.

Hanya 10 perkara penghinaan kerajaan tersisa di pengadilan, kata Pawinee Chumsri, pengacara untuk Pengacara Thai untuk Hak Asasi Manusia Pusat.

"Sejak awal tahun ini, pengadilan tidak menggunakan Pasal 112 untuk menuntut dan memakai dakwaan lain sebagai gantinya," kata Pawinee kepada Reuters, "Sepertinya, itu arah kebijakan baru."

Sumber dalam penguasa, secara resmi dikenal sebagai Dewan Perdamaian dan Ketertiban Negara, menyatakan pemerintah berhati-hati dengan pasal penghinaan kerajaan karena tuduhan itu menggunakan hukum pencemaran nama baik kerajaan untuk tujuan politik.

Semua tuduhan penghinaan kerajaan sekarang disaring hati-hati panitia kepolisian sebelum penuntutan, kata sumber itu.

Editor: Boyke Soekapdjo

Pewarta: Antara
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2018