Kota Gaza, (ANTARANews) - Menjelang Idul Adha, pasar hewan hidup di wilayah Palestina, Jalur Gaza, telah menyaksikan sedikit pembeli gara-gara kemerosotan tajam ekonomi akibat blokade yang diberlakukan Israel selama lebih dari satu dasawarsa.

"Sedikit orang membeli hewan kurban menjelang Idul Adha akibat kesulitan ekonomi dan tingginya angka kemiskinan serta pengangguran," kata pedagang ternak, Saed Al-Batniji.

Idul Adha, Hari Raya Kurban, dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia untuk mengingat pengorbanan Nabi Ibrahim AS, yang hampir menyembelih putranya --Nabi Ismail AS-- atas perintah Allah.

Umat Muslim di seluruh dunia menyembelih kambing, domba, unta, dan sapi sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Al-Batniji mengatakan kepada Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin siang-- bahwa pasar tersebut dipenuhi ternak hidup dari berbagai jenis, "tapi orang tidak mempunyai uang untuk membelinya".

"Bertahun-tahun blokade Israel telah menurunkan daya beli penduduk. Sejauh ini, saya menjual kurang dari sepertiga apa yang biasa saya jual dalam beberapa tahun belakangan ini," ia menambahkan.

Daerah kantung pantai tersebut juga telah menderita akibat perpecahan politik, yang berpangkal dari pengambil-alihan Jalur Gaza oleh HAMAS melalui kekerasan.

Menurut data terkini dari Biro Statistik Pusat Palestina, angka pengangguran di Jalur Gaza mencapai 53,7 persen dibandingkan dengan 19,1 persen di Tepi Barat Sungai Jordan.

Blokade Israel telah mendorong dua juta warga Jalur Gaza makin jauh ke dalam kemiskinan sementara ahli ekonomi di Jalur Gaza menyatakan kemiskinan parah mencapai 53 persen pada 2017 dibandingkan dengan 37 persen pada 2011.

Tahun ini, harga rata-rata kambing di Jalur Gaza ialah 350 dolar AS, sementara harga bersama anak sapi unta mencapai 450 dolar AS. Harga itu melampaui daya beli sebagian besar warga Palestina di Jalur Gaza, sehingga pasar mengalami resesi yang tak pernah terjadi sebelumnya.

Pedagang ternak hidup mengatakan sangat banyak orang membeli hewan secara mencicil akibat keterbatasan gaji pegawai Pemerintah Otonomi Palestina --yang menerima 50 persen gaji mereka atau pegawai HAMAS, yang dibayar 40 persen gaji mereka.

Dalam beberapa tahun belakangan, warga Jalur Gaza telah menerapkan sistem pembagian untuk membeli hewan kurban akibat memburuknya kondisi ekonomi kebanyakan penduduk.

Melalui sistem itu, konsumen bisa membeli secara bersama satu sapi atau anak sapi dan juga dapat membayar cicilan setelah kesepakatan dengan pedagang ternak.

Rafat Ashour, seorang insinyur dari Jalur Gaza, bergabung dengan enam orang lagi untuk membeli hewan kurban tahun ini.

Ashour mengatakan kepada Xinhua bahwa ia ingin berkurban seetiap tahun sebab itu adalah ibadah penting dalam Islam buat semua orang Muslim yang mampu secara finansial.

Berdasarkan ajaran Islam, daging hewan kurban dibagi tiga bagian --satu bagian dibagikan kepada orang yang tidak mampu, satu bagian lagi buat kerabat dan sisanya buat keluarga orang yang berkurban untuk dimasak selama empat hari saat berkurban, Idul Adha dan tiga hari Tasyrik.

Produksi lokal hewan ternak di Jalur Gaza selama beberapa tahun belakangan memenuhi 40 persen kebutuhan pasar domestik. Namun, kebanyakan ternak di Jalur Gaza sekarang diimport dari Eropa dan memasuki wilayah yang diblokade itu melalui Israael.

Kepala Departemen Ternak di Kementerian Pertanian Jalur Gaza, Taher Abu Ahmed, mengatakan kebutuhan Jalur Gaza untuk hewan kurban setiap tahun diperkirakan 8.000 anak sapi dan sebanyak 20.000 kambing. Ia menambahkan bahwa warga Jalur Gaza mengkonsumsi 14.000 anak sapi dan 30.000 kambing selama Hari Raya Kurban tahun lalu.

Abu Ahmed menekankan bahwa permintaan tahun ini rendah akibat tingginya angka kemiskinan dan melonjaknya harga ternak global selain peningkatan biaya pemeliharaan dan pengangkutan ternak.

 

Pewarta: Antara
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2018