Memphis (ANTARA) - Para pengunjuk rasa turun ke jalan di beberapa kota Amerika Serikat (AS), menyusul perilisan rekaman video pada Jumat malam (27/1) waktu setempat yang menunjukkan pemukulan mematikan oleh polisi terhadap seorang pria Afrika-Amerika, Tyre Nichols (29).

Video berdurasi satu jam itu memperlihatkan beberapa petugas polisi memukuli Tyre Nichols dalam pemberhentian lalu lintas pada 7 Januari di Memphis, Tennessee. Para polisi diduga menyetop Nichols karena dianggap mengemudi secara ugal-ugalan.

Sejumlah petugas polisi itu melepaskan semprotan merica dan menyetrum Nichols dengan pistol kejut listrik Taser. Mereka juga terlihat memukuli pengendara mobil itu dengan tongkat serta menendang dan meninjunya. Nichols, dalam kondisi dikendalikan, terus meneriakkan kata "ibu".

Nichols meninggal di sebuah rumah sakit tiga hari pascakebrutalan itu akibat serangan jantung dan gagal ginjal.

Direktur Biro Investigasi Tennessee David Rausch, Jumat, menyampaikan kepada wartawan bahwa dia telah melihat video itu sebelum dirilis ke publik dan menilai hal itu sangat mengerikan.

"Apa yang terjadi di sini sama sekali tidak mencerminkan tindak penegakan hukum oleh polisi yang benar. Ini salah. Ini adalah aksi kriminal," kata Rausch.

Aksi unjuk rasa meletus di beberapa kota, termasuk Memphis, Washington D.C., New York, Atlanta, dan Los Angeles, menentang perlakuan polisi terhadap Nichols.

"Sistem ini memalukan," demikian yel-yel yang diteriakkan para pengunjuk rasa di pusat kota Washington DC, Jumat malam.

Presiden AS Joe Biden mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dirinya sangat marah dan sedih ketika melihat video pemukulan mengerikan itu yang mengakibatkan kematian Tyre Nichols.

"Ini merupakan pengingat yang menyakitkan lainnya, terkait rasa takut dan trauma mendalam, rasa sakit, dan kelelahan yang dialami oleh warga kulit hitam dan cokelat di AS setiap hari," tegas Biden.

Lima petugas polisi yang terlibat dalam kematian Nichols itu dipecat setelah penyelidikan internal dan menghadapi sejumlah tuntutan pidana, termasuk pembunuhan tingkat dua.

Insiden itu terjadi hampir tiga tahun setelah polisi membunuh seorang pria Afrika-Amerika bernama George Floyd (46) di Minneapolis, Minnesota.

Floyd meninggal pada 25 Mei 2020 usai berurusan dengan kepolisian Minneapolis, di mana petugas polisi Derek Chauvin menekan leher Floyd dengan lututnya selama lebih dari sembilan menit dalam sebuah penahanan di jalan.

Kematian Floyd memicu kemarahan dan aksi protes untuk menentang kebrutalan polisi dan rasisme sistemis di seluruh AS pada musim panas 2020.

Mapping Police Violence menyebutkan sebanyak 1.186 orang tewas di tangan polisi AS pada 2022. Dari angka tersebut, 26 persen di antaranya merupakan warga Afrika-Amerika meskipung kelompok tersebut hanya mewakili 13 persen dari total populasi AS.

Pewarta: Xinhua
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023