Jakarta (ANTARA) - Banjir yang membuat ratusan orang mengungsi di Myanmar memperlambat upaya negara itu dalam mengatasi lonjakan kasus COVID-19 di tengah kekacauan politik akibat kudeta militer, kata sejumlah warga pada Selasa.

Hujan deras pada akhir pekan di Myanmar wilayah selatan menyebabkan banjir di sejumlah kota dan memaksa tenaga kesehatan mengungsikan para pasien COVID-19 ke kawasan kering dengan melewati jalan dan gang yang basah.

"Ratusan rumah terendam dan hanya atap mereka yang terlihat," kata Pyae Sone, seorang pekerja sosial di kota Hlaingbwe di negara bagian Kayin, via telepon.

Dia mengatakan air mulai naik pada Senin pagi (26/7).

"COVID tengah menyebar di kota ini. Banyak orang yang kehilangan penciuman dan banyak yang sakit, tak jelas apakah itu COVID atau flu musiman.

"Tapi sekarang orang-orang tak bisa tinggal di rumah atau berkumpul di penampungan, sehingga penyebarannya bisa jadi serius."

Kelompok-kelompok sukarelawan dan tenaga medis mengangkat pasien yang masih terbaring di tempat tidur sambil membawa tabung oksigen, menerobos banjir di Kota Kayin, Myawaddy, seperti terlihat dalam foto yang diunggah ke Facebook oleh Pusat Informasi Karen (KIC).

Sekitar 500 kawasan permukiman di sepanjang perbatasan dengan Thailand terdampak dan ratusan orang mengungsi, kata KIC.

Bo Bo Win, kepala yayasan amal di Mawlamyine, 120 km dari Myawaddy, mengatakan sedikitnya 500 orang terdampak oleh banjir musiman itu.

"Banjir tahun ini tidak seburuk yang kami alami pada 2019, tapi sekarang kita berada di tengah pandemi," kata dia.

Penularan COVID-19 di Myanmar telah meningkat sejak Juni, dengan 4.630 kasus dan 396 kematian tercatat pada Senin.

Fasilitas kesehatan dan pemakaman mengatakan angka kematian jauh lebih tinggi selama terjadi lonjakan, yang juga dihubungkan dengan meningkatnya kasus di Provinsi Yunnan, China, yang berbatasan dengan Myanmar.

Marah dengan para dokter yang mendukung protes anti junta, militer Myanmar juga telah menangkap sejumlah dokter yang merawat pasien COVID-19 secara mandiri.

Militer telah berusaha keras mengendalikan situasi sejak merebut kekuasaan pada Februari. Aksi kudeta itu telah memicu berbagai unjuk rasa, aksi mogok, dan pertempuran di sejumlah wilayah perbatasan ketika warga sipil mengangkat senjata untuk melawan junta.

Sumber: Reuters

Baca juga: Myanmar tingkatkan target vaksinasi di tengah lonjakan kasus COVID-19

Baca juga: Myanmar akan gunakan vaksin China untuk lawan COVID-19 di perbatasan

Baca juga: Ketidakpercayaan pada junta perburuk krisis COVID-19 di Myanmar


 

Indonesia dan Singapura desak Myanmar rekonsiliasi

Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021