Queretaro, Meksiko (ANTARA) - Empat orang lagi tewas di Bolivia selama beberapa hari belakangan ini sehingga jumlah korban jiwa akibat kerusuhan politik naik jadi 23, menurut beberapa laporan pada Minggu (17/11).

Kerusuhan meletus pada Oktober ketika Presiden Evo Morales meraih masa jabatan kontroversial keempat. Pemrotes turun ke jalan untuk memprotes pemilihan umum, yang mereka katakan dicurangi.

Setelah empat pekan protes, Morales meletakkan jabatan dan pergi ke Meksiko, tempat ia ditawari suaka politik. Di posisinya, senator konservatif Jeanine Anez mengumumkan diri sebagai presiden sementara.
 
Tapi protes tersebut tidak padam. Sejak Morales pergi ke Meksiko, protes --yang kebanyakan di desa dan digelar oleh suku pribumi-- yang mendukung dia berlangsung di Ibu Kota Bolivia, La Paz, dan kota-kota besar lain. Mereka mengatakan perubahan politik itu adalah kudeta.

Morales telah terus mengunggah di Twitter mengenai kerusuhan di negerinya, dan mengatakan sesungguhnya sudah 24, bukan 23, orang   tewas dalam beberapa hari belakangan ini.

"Kami menuntut pemerintah de facto Anez ... mengidentifikasi pengarang intelektual dan material mengenai 24 kematian dalam lima hari penindasan militer dan polisi," Morales mencuit pada Minggu. "Saya mencela kepada masyarakat internasional mengenai kejahatan terhadap manusia ini, yang tak boleh dibiarkan tanpa hukuman."
 
Senator Bolivia Jeanine Anez melambaikan tangan saat mengumumkan dirinya sebagai Presiden Sementara Bolivia, di balkon Istana Kepresidenan di La Paz, Bolivia, Selasa (12/11/2019). REUTERS/Henry Romero/tm


Pada Jumat (15/11), pasukan keamanan melepaskan tembakan ke arah pendukung Morales di Kota Sacaba di Bolivia tengah hingga menewaskan delapan orang. Morales menyebut tindakan itu sebagai "pembantaian".

Seorang wartawan jaringan televisi Amerika Latin teleSUR mengunggah video pada Ahad di Twitter yang menuduh bahwa satu helikopter Angkatan Bersenjata menembaki pemrotes sipil yang mendukung mantan presiden itu.

Alberto Fernandez, seorang pengacara di Argentin, mengatakan di Twitter pada akhir pekan lalu bahwa pemerintah sementara Bolivia telah memberi Angkatan Bersenjata izin untuk menggunakan kekuatan "guna menegakkan kembali tatanan dalam negeri".

"Pemerintah de facto yang merebut kekuasaan di Bolivia telah melepaskan Angkatan Bersenjata untuk bertindak tanpa harus bertanggung-jawab atas kejahatan mereka," ia mencuit. "Jumlah korban tewas bertambah."

PBB telah memperingatkan Bolivia bisa "tak terkendali" sementara banyak pengulas menduga kerusuhan di negeri tersebut akan berlangsung terus.

Sumber: Anadolu Agency

Baca juga: PBB ingatkan krisis Bolivia bisa jadi tak terkendali

Baca juga: Bolivia tuduh Kuba hasut kerusuhan, usir pejabat Venezuela

Baca juga: Morales mengaku ditawarkan pesawat oleh AS untuk tinggalkan Bolivia
​​​​​​​

Kapolda Papua prihatin delapan tersangka kerusuhan Wamena mahasiswa

Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019