Juba, Sudan Selatan (ANTARA) - Presiden Sudan Selatan Salva Kiir Mayardit dan pemimpin oposisi Riek Machar pada Kamis (7/11) sepakat untuk memperpanjang tenggat pembentukan pemerintah, berdasarkan pembagian kekuasaan, setelah pembicaraan sebelumnya gagal menyelesaikan masalah besar.

Kesepakatan itu dicapai setelah pertemuan berlangsung antara Kiir dan Machar di Uganda, di bawah pengawasan Presiden Uganda Yoweri Museveni dan Presiden Sudan Abdel Fattah Abdelrahman Burhan. Utusan Khusus Kenya untuk Sudan Selatan, Stephen Kalonzo Musyoka, juga menghadiri pertemuan itu.

Pertemuan puncak tiga-pihak di Kampala, Uganda, tersebut berusaha menyelesaikan konflik Sudan Selatan dan telah menghasilkan beberapa keputusan, di antaranya ialah memperpanjang masa praperalihan selama 100 hari mulai 12 November dan kemajuan dikaji setelah 50 hari, menurut isi komunike yang salinannya diperoleh kantor berita Turki, Anadolu.

Semua pihak sepakat untuk menetapkan suatu mekanisme, yang juga akan dibuat bagi para penjamin dan semua pihak untuk mengawasi pelaksanaan perundingan itu.
 
Pertemuan tersebut juga memutuskan untuk meminta Lembaga Antarpemerintah mengenai Pembangunan untuk menangani status Machar serta mendesak masyarakat internasional agar terus mendukung proses perdamaian yang diaktifkan di Sudan Selatan.

Machar bulan lalu mengatakan ia takkan menjadi bagian dari pemerintah jika keamanan tidak diselesaikan.

"Jika tak ada pemerintah pada tanggal 12 (November), dan tak akan ada pemerintah, kami, (Gerakan Oposisi Pembebasan Rakyat Sudan), takkan ada di sana sebab kami tak ini menempatkan negara dalam krisis. Kami akan memilih dan menguasai tentara. Tak satu tentara pun akan ditinggalkan," kata Machar pada Minggu dalam satu pertemuan dengan Dewan Keamanan PBB di Juba, Sudan Selatan.

Machar mengatakan masalah penting harus diselesaikan, setidaknya pengaturan keamanan harus dilaksanakan.

Sudan Selatan terperosok ke dalam krisis ketika Kiir memecat Machar sebagai wakil presiden pada Desember 2013 karena Machar dicurigai merencanakan kudeta. Pemecatan itu diikuti dengan perang saudara berkepanjangan, yang merenggut puluhan ribu nyawa dan memaksa empat juta orang meninggalkan rumah mereka.

Sebelum kesepakatan perdamaian dicapai pada 2018, pertempuran lima tahun antara kedua pemimpin tersebut telah melumpuhkan negeri itu sementara jutaan orang kehilangan tempat tinggal dan hampir 400.000 orang tewas akibat kerusuhan dan penyakit.

Sumber: Anadolu Agency

Baca juga: Mantan wakil presiden Sudan Selatan dijadwalkan bertemu presiden

Baca juga: Tentara PBB, 6 warga sipil tewas di perbatasan Sudan dan Sudan Selatan

Baca juga: Paus Fransiskus cium kaki presiden Sudan Selatan, desak perdamaian

 

Imbau Sudan Selatan Tidak Manuver

Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019