Jakarta (ANTARA) - Indonesia melihat adanya potensi kerja sama yang besar di antara geopark di kawasan Rim Laut China Selatan, karena kolaborasi di antara geopark di kawasan tersebut dapat mendorong konservasi alam, konservasi budaya, dan pengembangan kerja sama ekonomi kreatif, khususnya pariwisata.

Dalam Lokakarya ke-29 Penanganan Potensi Konflik di Laut China Selatan di Batam, Rabu (11/9), Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (P3K) Multilateral Kementerian Luar Negeri Dindin Wahyudin menyampaikan bahwa beberapa area potensi kerja sama yang dapat dikembangkan antara lain melalui penetapan jaringan geopark di kawasan Rim Laut China Selatan.

Menurut Dindin dalam keterangan tertulis Kemlu RI, Kamis, jaringan geopark di Laut China Selatan bisa menjadi wadah untuk berbagi praktik terbaik dan pembangunan kapasitas, yang akan memajukan peran UMKM, serta mengkombinasikan paket-paket wisata untuk menjadikan kawasan ini sebagai destinasi dan pasar wisata regional yang terpadu.

Di kawasan Rim Laut China Selatan saat ini sedikitnya terdapat 46 geopark yang tergabung dalam UNESCO Global Geopark (GG).

Keberadaan geopark nasional di berbagai negara terbukti telah membantu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Geopark Langkawi di Malaysia, salah satunya, merupakan contoh yang baik di mana terjadi pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan, terutama setelah bergabung dengan jaringan UNESCO GG.

Jumlah kunjungan wisatawan di Langkawi meningkat 100 persen dalam sembilan tahun, atau dari dari 1,8 juta wisatawan pada 2006 menjadi 3,5 juta wisatawan pada 2015.

Selain itu, investasi di Langkawi juga tumbuh hingga 100 persen dalam enam tahun, atau Rp15,2 triliun pada 2006 menjadi Rp43,3 triliun pada 2012.

Baca juga: Kapal China dan Vietnam saling berhadapan di LCS di tengah ketegangan

Baca juga: Jepang: kebebasan navigasi Laut China Selatan harus dipertahankan


Manfaat yang sama juga telah dirasakan Indonesia, salah satunya di geopark Gunung Kidul yang pertumbuhan jumlah wisatawannya mencapai 100 persen dalam enam tahun, atau dari 2 juta wisatawan pada 2012 menjadi 5,89 juta wisatawan pada 2017.

Saat ini Indonesia telah memiliki beberapa geopark, termasuk diantaranya geopark Natuna yang terletak secara strategis di kawasan Rim Laut China Selatan.

Natuna secara resmi ditetapkan sebagai Geopark Nasional Indonesia pada 30 November 2018 dan Kemlu saat ini terus proaktif mendorong dan mengawal upaya pencalonan Natuna sebagai salah satu UNESCO GG.

Selain membawa dampak positif terhadap perekonomian lokal dengan meningkatkan arus investasi dan wisatawan, kehadiran geopark di Natuna dapat bermanfaat bagi lingkungan dengan membantu terpenuhinya target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Lokakarya ke-29 Penanganan Potensi Konflik di Laut China Selatan diselenggarakan di Batam pada 11-12 September 2019 oleh Kemlu dan Pusat Studi Asia Tenggara (Center for South East Asian Studies).

Acara itu dihadiri oleh 54 pakar internasional dari Indonesia, China, Laos, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam---yang datang atas kapasitas pribadi.

Lokakarya yang diselenggarakan setiap tahun oleh Indonesia sejak tahun 1990 tersebut merupakan one and a half track diplomacy, untuk mendukung upaya perundingan antarpemerintah (first-track diplomacy).

Dengan membangun rasa saling percaya (confidence building measures) diantara pihak-pihak yang bersengketa, lokakarya tahun ini berupaya menggiring para pihak untuk lebih bersinergi dalam menggalang kerja sama ekonomi dan pariwisata mengingat Laut China Selatan sangat strategis dalam mendukung konektivitas bisnis global.

Baca juga: Vietnam masih tempuh jalur diplomasi hadapi China di LCS

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019