Kalau Mau Kaya Jangan Jadi Anggota DPR
Terasa utopis ucapan Juliari itu di tengah berbondong-bondongnya orang maju bertarung untuk menjadi anggota parlemen, yang sebagian di antaranya bermotif untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi dan keluarganya. Selain gaji, tunjangan, dan fasilitas yang menggiurkan, status sosialnya juga terkerek. Belum lagi akses luas, yang ujungnya secara langsung dan tak langsung berpotensi menggendutkan rekening.
Godaan mendapatkan uang secara instan dengan melanggar hukum selama menjadi wakil rakyat memang besar. Oleh karena itu, sangat banyak wakil rakyat, mulai anggota dewan kabupaten/kota, provinsi, hingga DPR RI yang terjerat kasus korupsi.
Pengerangkengan para pejabat korup dari lingkungan eksekutif, legislatif, bahkan yudikatif selama ini, sepertinya, tidak pernah membuat jera. Tayangan media, terutama televisi, yang memajang wajah-wajah mereka juga tidak pernah menyadarkan bahwa perbuatan ilegal itu bisa bikin minder anak, istri, serta keluarga besarnya.
Keteguhan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membongkar modus kejahatan pun tak bikin ciut niat mereka merampok uang negara. Hasilnya, praktik korupsi terus berulang. Bahkan, koruptor mengalami regenerasi. Sekadar contoh, pegawai pajak Gayus Tambunan dan koleganya atau politikus M. Nazaruddin dan Angelina Sondakh yang meringkuk di penjara pada usia relatif muda.
Keinginan dahsyat memiliki harta berlimpah telah membrangus ikrar mereka untuk menomorsatukan kepentingan rakyat. Rakyat yang mereka wakili seolah tidak lebih dari catatan angka statistik. Padahal di negeri yang masih dihuni banyak kaum papa, APBD/APBN menjadi penopang untuk menyelamatkan hidup jutaan manusia tersia-terisa tersebut.
Andai di antara para caleg untuk Pemilu 2014 masih menyisakan sedikit saja niat memperkaya diri dengan cara menilap dana APBD/APBN atau menerima gratifikasi, mundur saja sekarang juga. Itu lebih baik ketimbang nanti menjalani sisa hidup di balik terali besi bui. Oleh karena itu, ucapan Juliari terasa tepat untuk mengingatkan semua caleg dan pejabat publik.
Mengapa? Karena, politikus bekerja pada suatu ideologi yang diperjuangkan dengan pengorbanan. Tidak selayaknya politikus yang bekerja di Gedung Rakyat memiliki ambisi pribadi menumpuk kekayaan, apalagi bila dikumpulkan dengan cara menggarong APBD/APBN. Tugas politikus untuk memuliakan dan menyejahterakan rakyat sudah menyita banyak pikiran dan waktu. Jadi, sangat keterlaluan kalau mereka masih tetap saja memikirkan bagaimana cara menilap uang rakyat atau memelintir pasal-pasal agar menguntungkan pihak yang memberikan uang.
Betapa pun, politikus merupakan profesi yang mulia seperti halnya dokter, dosen, dan profesi ainnya. Namun, kemuliaannya pasti beringsut manakala tugas utama sebagai pengemban amanat penderitaan rakyat terkotori oleh niat dan perilaku kriminal.
Menjadi politikus tidak perlu miskin. Namun, jangan pula mengejar kekayaan. Karena imbalan paling sepadan dari kerja politikus adalah menyaksikan rakyatnya kerja bersemangat, makan kenyang, dan tidur pulas. Itulah pengabdian yang berbuah kemuliaan. ***