Blora (ANTARA) - Asap tipis dari wajan penggorengan dan aroma sayur tumis menyapa pagi di dapur kecil Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) SPPG Jiken 1, Desa Jiken, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Di antara kepulan uap itu, tampak seorang perempuan bernama Yeni Lestari (34), seorang relawan pegawai dapur yang kini akrab disapa “Ibu Dapur.”
Dengan cekatan ia menyiapkan ribuan porsi makanan bergizi untuk balita, siswa PAUD, TK, SD, SMP, SMA, hingga ibu hamil dan menyusui.
Namun siapa sangka, sosok yang kini dikenal hangat di dapur MBG itu dulunya hanyalah penjual sate jamur di lapangan Kridosono Blora.
Ia berjuang keras menghidupi anak semata wayangnya, sementara sang suami, Heru, merantau ke Jakarta untuk mencari nafkah.
Lapak kecil berukuran dua kali dua meter, berisi jamur tiram dan arang panas, menjadi saksi perjuangan hidupnya.
“Hujan panas tetap jualan. Hasilnya tak seberapa, tapi saya bersyukur bisa beli beras dan bayar sekolah anak,” kenang Yeni di Blora, Jumat.
“Dari situ saya sadar, sekecil apa pun rezeki, bisa jadi berkah kalau dibagi,” ujarnya.
Kesadaran itu menjadi titik awal semangat sosial yang menuntunnya bergabung dengan gerakan Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG), sebuah inisiatif relawan yang menyediakan makanan bergizi tanpa memandang latar belakang penerimanya.
Saat Dapur MBG berdiri pada tahun 2025, Yeni langsung menawarkan diri untuk membantu. Berbekal pengalaman berjualan sate dan mengelola usaha ayam geprek kecil yang sempat ia rintis, Yeni kini dipercaya di bagian pengolahan bahan makanan di dapur SPPG Jiken 1.
Setiap hari, tepat pukul 00.00 dini hari, ia bersama beberapa relawan lain mulai mengolah bahan makanan segar, menyiapkan bumbu, dan memastikan setiap porsi memenuhi standar gizi yang ditetapkan.
“Alhamdulillah, banyak kebahagiaan. Kalau lihat anak-anak dan pekerja kecil bisa makan kenyang, capek langsung hilang,” ucapnya tulus.
Kini, Yeni menjadi salah satu sosok penting di dapur MBG. Ia tak lagi berjualan sate jamur, namun semangatnya tetap sama memberi makan dengan cinta.
“Kalau dulu saya jual sate untuk hidup, sekarang saya masak untuk menghidupi semangat orang lain,” katanya pelan.
Selain pengalaman di dapur MBG, Yeni juga pernah bekerja di pabrik rokok dan mencoba usaha ayam geprek sebelum akhirnya sepenuhnya mengabdikan diri di dapur relawan ini. Baginya, MBG bukan sekadar tempat kerja sukarela, melainkan rumah kedua.
“Selama tangan ini kuat, saya akan terus di sini. Karena di dapur ini, saya merasa hidup,” ucapnya mantap.
Koordinator Dapur MBG Jiken 1, Chendy Ilyas Nugraha, sosok Yeni dan puluhan relawan lainnya merupakan contoh nyata bagaimana ketulusan bisa menumbuhkan perubahan.
“Bu Yeni dan yang lainnya itu pekerja keras dan penuh kasih. Ia bukan hanya membantu memasak, tapi juga menggerakkan semangat teman teman lain. Kadang kami menyebutnya ‘Ibu Dapur’ karena perhatiannya ke semua orang seperti seorang ibu,” tuturnya.
Cendy menambahkan, keberadaan relawan seperti Yeni dan relawan lainnya adalah kekuatan utama dapur MBG.
“Kami bukan organisasi besar, tapi semangat kebersamaan dan gotong royong membuat dapur ini terus hidup. Yeni salah satu simbolnya,” imbuhnya.
Kini, dari seorang penjual sate jamur di pinggir jalan, Yeni menjelma menjadi pilar kecil gerakan kemanusiaan di Blora. Bagi banyak orang, ia bukan hanya relawan tapi juga inspirasi tentang arti berbagi tanpa pamrih.

